Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Awas! 8 Faktor Ini Bisa Bikin Pasar Saham Volatil Pekan Ini

Awas! 8 Faktor Ini Bisa Bikin Pasar Saham Volatil Pekan Ini Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pergerakan pasar saham pada pekan 3-7 Februari 2025 diprediksi akan bergerak positif, didorong oleh delapan sentimen utama yang perlu diperhatikan para trader. Meskipun dalam sepekan terakhir Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,78% dan mencatatkan arus modal keluar sebesar Rp521,4 miliar, sejumlah faktor berpotensi memberikan dorongan baru bagi pasar.

Menurut Equity Analyst Indo Premier Sekuritas (IPOT), Imam Gunadi, delapan sentimen yang akan memengaruhi pergerakan pasar dalam pekan ini adalah data inflasi Indonesia, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, data ISM Manufacturing PMI AS, pertemuan OPEC+, pertumbuhan ekonomi Indonesia (GDP), cadangan devisa, data ketenagakerjaan AS, dan inflasi China.

Data inflasi Indonesia menjadi salah satu faktor kunci yang akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Inflasi tahunan pada Januari 2025 diperkirakan naik menjadi 1,88% dari 1,57% pada Desember 2024. “Pasar akan lebih berekspektasi inflasi bisa sesuai dengan ekspektasi atau lebih tinggi, yang menggambarkan bangkitnya daya beli,” kata Imam.

Baca Juga: Pasar Modal dalam Sepekan, IHSG Naik Tipis di Tengah Kenaikan Nilai Transaksi

Sementara itu, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia juga akan dirilis pekan ini. Data ini menjadi indikator penting bagi pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi nasional. Peningkatan jumlah wisatawan dapat berdampak positif bagi berbagai sektor, seperti perhotelan, transportasi, kuliner, dan ritel.

Dari global, Institute for Supply Management (ISM) akan merilis data ISM Manufacturing PMI AS pada 3 Februari 2025. Konsensus pasar memperkirakan angka PMI akan berada di 49,5, sedikit lebih tinggi dari bulan sebelumnya di 49,3. “Dengan proyeksi ini, sektor manufaktur AS diperkirakan masih mengalami kontraksi. Data ini penting untuk memantau kesehatan sektor manufaktur dan dapat memengaruhi kebijakan moneter serta keputusan investasi di pasar global,” jelas Imam.

Selain itu, pertemuan OPEC+ yang dijadwalkan pada 3 Februari 2025 juga menjadi perhatian utama. Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia dan Kazakhstan, telah membatasi produksi minyak sejak 2022 untuk menjaga stabilitas harga. Namun, ada tekanan dari Presiden AS, Donald Trump, yang mendorong OPEC untuk menurunkan harga minyak guna membantu mengakhiri konflik di Ukraina. Hingga saat ini, OPEC+ belum memberikan respons resmi terhadap permintaan tersebut.

Indonesia juga dijadwalkan merilis data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal IV 2024 pekan ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal tersebut mencapai 5,01% secara tahunan (YoY). Sementara itu, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 4,7%-5,5%, dengan angka tengah di 5,1%. Konsensus pasar lebih konservatif, memperkirakan angka di 4,96%.

Di sisi lain, Bank Indonesia akan mengumumkan data cadangan devisa Januari 2025 pada 7 Februari 2025. Data terakhir menunjukkan bahwa cadangan devisa Indonesia cukup untuk menutupi kebutuhan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri, jauh di atas standar kecukupan internasional yang sekitar tiga bulan.

Baca Juga: BBRI Bakal Buyback Saham Rp3 Triliun, Begini Rencana Eksekusinya

Pasar juga akan mencermati data Non-Farm Payrolls (NFP) dan tingkat pengangguran AS untuk Januari 2025 yang dirilis pada 7 Februari 2025. Konsensus memperkirakan NFP turun menjadi 170.000 dari 256.000 pada bulan sebelumnya. Sementara itu, tingkat pengangguran diperkirakan tetap berada di 4,1%. “Data ini menjadi indikator penting bagi kesehatan pasar tenaga kerja AS serta pengeluaran konsumen dan aktivitas ekonomi secara keseluruhan,” ujar Imam.

Dari China, data Indeks Harga Konsumen (IHK) atau inflasi akan dirilis pada 9 Februari 2025. Inflasi China sangat berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia, mengingat China merupakan mitra dagang utama. Jika inflasi di China meningkat, daya beli masyarakat China dapat terdampak, yang berpotensi menurunkan permintaan terhadap barang-barang ekspor Indonesia, seperti komoditas dan produk manufaktur.

Dengan mempertimbangkan delapan sentimen tersebut, Indo Premier Sekuritas merekomendasikan beberapa strategi investasi bagi para trader. Saham yang direkomendasikan antara lain AADI (karena stabilnya harga batu bara), BRIS(karena peningkatan investasi asing langsung), serta GOTO (karena potensi peningkatan daya beli masyarakat). Indo Premier juga merekomendasikan investasi di reksa dana indeks Premier ETF PEFINDO i-Grade (XIPI), yang berisi emiten dengan peringkat investment grade, seiring masuknya investasi ke sektor hilirisasi dan digital di Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: