Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Komunitas Kretek Kritik Kemenkes, Aturan Penyeragaman Kemasan Rokok Dianggap Rugikan Konsumen

Komunitas Kretek Kritik Kemenkes, Aturan Penyeragaman Kemasan Rokok Dianggap Rugikan Konsumen Kredit Foto: Antara/Yusuf Nugroho/wsj
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta menimbang kembali penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Salah satu kebijakan yang menuai sorotan adalah penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.

Juru bicara Komunitas Kretek, Khoirul Atfifudin, menyatakan bahwa penyusunan kebijakan itu dinilai berpotensi merugikan konsumen secara luas. Konsumen seharusnya mendapatkan informasi dengan jelas dan detail seputar produk yang dibeli dan dikonsumsi sesuai hak yang sudah dilindungi oleh Undang-Undang (UU) yang berlaku.

Rancangan Permenkes akan menyeragamkan seluruh kemasan rokok yang dijual di pasar untuk menggunakan identitas kemasan yang sama. Dengan penyusunan kebijakan ini, konsumen terhalang mendapatkan hak atas informasi yang sudah diatur pada UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

"Konsumen nantinya tidak bisa mengajukan keberatan kalau tidak jelas merek dan perusahaannya, dan mereka jadi tidak terlindungi karena memang membingungkan," katanya.

Berbagai pihak terus memberikan penolakan terhadap aturan ini, termasuk dari dalam pemerintahan sendiri. Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pertanian juga telah menyampaikan keberatan atas penyusunan kebijakan terbaru dari Kemenkes. Khoirul mengatakan bahwa kondisi tersebut menunjukkan bahwa rencana aturan ini memiliki dampak buruk yang bisa mempengaruhi banyak sektor.

Baca Juga: DPR Tegaskan Rancangan Permenkes Penyeragaman Kemasan Rokok Berpotensi Suburkan Rokok Ilegal

Selain itu, Khoirul juga melihat bahwa penyusunan Rancangan Permenkes tidak menjadi solusi untuk menurunkan prevalensi merokok. Justru malah membuka keran untuk peredaran rokok ilegal semakin besar dan luas.

"Kalau semua rokok sama, ini akan membuat rokok ilegal semakin gampang ditiru dan peredarannya semakin marak. Ada kerugian negara dari kebijakan ini karena permintaan rokok legal akan turun," kata Khoirul.

Saat ini saja, menurut Khoirul, sudah muncul perilaku konsumen memilih produk dengan harga lebih murah. Jika diberlakukan, Rancangan Permenkes malah semakin mendorong perubahan konsumen mengonsumsi rokok ilegal, bukan mengurangi jumlah perokok yang sebelumnya diharapkan oleh Kemenkes. Khoirul menilai Kemenkes malah membuat kebijakan yang mengerikan terhadap produk berstatus legal yang diperjualbelikan.

Ketimbang mengeluarkan kebijakan kontroversial yang menuai banyak polemik di masyarakat, Khoirul menyarankan agar pemerintah lebih fokus terhadap pengawasan aturan yang sudah dibuat. Ia mencontohkan kebijakan batas usia minimum untuk membeli rokok adalah 21 tahun sesuai PP 28/2024, dan aturan ini seharusnya diterapkan dengan pengawasan yang tepat seperti pemberlakuan pembelian rokok menggunakan KTP.

"Kami kaji pemerintah terlalu sering menekan industri tembakau. Kalau terus ditekan, ini pemerintah menjadi terlalu kejam padahal, industri tembakau sudah banyak sumbangannya," katanya.

Seperti diketahui, penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) mengalami koreksi sejak beberapa tahun belakangan. Misalnya pada 2023, di mana pemerintah mengantongi Rp210,29 triliun dari CHT, turun 3,81% secara tahunan (year-on-year) dari Rp218,6 triliun pada tahun sebelumnya. Ini adalah penurunan yang pertama dalam satu dekade terakhir.

Baca Juga: Tolak Penyeragaman Kemasan, Asosiasi Pedagang Kelontong Siap Pasang Stiker Batas Umur Penjualan Rokok

Sedangkan dalam Undang-Undang APBN 2025, target CHT pada tahun ini mencapai Rp230 triliun. Di samping itu, industri juga telah memberikan kontribusi pada penyerapan tenaga kerja di Indonesia, sebagai negara produsen rokok.

Khoirul menambahkan bahwa rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Permenkes merupakan agenda asing yang mengadopsi pasal-pasal dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Padahal, Indonesia secara resmi tidak meratifikasi FCTC dan memiliki ekosistem pertembakauan yang kompleks dari hulu ke hilir, tidak seperti negara-negara lainnya.

"Kalau Prabowo bilang mau jaga kedaulatan, ya kretek juga harus dijaga. Bukan malah ingin menghancurkannya," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: