Berawal dari Air Sumur Bor Biasa, Ini Cerita Suksesnya Tirto Utomo Membangun AQUA

Tirto Utomo, atau Kwa Sien Biauw, lahir pada 9 Maret 1930 di Wonosobo, Jawa Tengah. Ia adalah anak dari pasangan Kwa Liang Tjoan dan Tjan Thong Nio, keluarga pengusaha peternakan sapi perah.
Sejak kecil, Tirto Utomo sudah menunjukkan semangat juang yang tinggi demi mencapai kehidupan yang lebih baik. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di Wonosobo, ia bersedia bersepeda sejauh 60 km ke Magelang untuk bersekolah di SMP.
Tirto kemudian melanjutkan ke HBS di Semarang dan Magelang sebelum masuk Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Demi menyusul kekasihnya, Kwee Gwat Kien (Lisa Utomo), ia pindah ke Universitas Indonesia (UI) di Jakarta, di mana ia juga bekerja sebagai wartawan di Jawa Pos, Harian Sin Po, dan majalah Pantja Warna hingga menjadi pemimpin redaksi.
Setelah lulus dari UI, Tirto bergabung dengan Perusahaan Minyak Nasional (Permina), yang kemudian menjadi Pertamina, dan menjabat sebagai Deputy Head Legal and Foreign Marketing. Pada posisi inilah ide bisnis AQUA tercipta dan kelak bakal membuat namanya melegenda di Tanah Air.
Pengalaman internasional Tirto Utomo membuka wawasannya tentang pentingnya air minum yang higienis. Suatu hari, ketika merencanakan pertemuan dengan perwakilan perusahaan AS, rapat hampir batal karena istri perwakilan tersebut mengalami gangguan pencernaan karena air minum.
Dari pengalaman ini, Tirto tergerak untuk mengembangkan produk air minum kemasan yang steril dan siap minum. Untuk merealisasikan idenya, Tirto melakukan riset tentang industri air minum dalam kemasan (AMDK), bahkan hingga ke Thailand.
Baca Juga: AQUA Kenalkan Sistem Lelang Sampah: Trobosan Baru Penanganan Sampah Plastik Kemasan
Pada 23 Februari 1973, bersama saudaranya, Slamet Utama, ia mendirikan PT Golden Mississippi di Bekasi dengan modal Rp150 juta. Produk pertama mereka diberi nama Puritas dan dikemas dalam botol kaca sebelum akhirnya berganti nama menjadi AQUA agar lebih mudah diingat.
Namun, bisnis ini tidak berjalan mulus di awal. Masyarakat menganggap air kemasan sebagai hal yang aneh dan tidak percaya bahwa air putih perlu dibeli. Akibatnya, selama tiga tahun pertama, AQUA mengalami kerugian, bahkan Tirto harus menggunakan dana pribadinya untuk membayar gaji karyawan.
Menghadapi tantangan tersebut, Tirto menerapkan strategi pemasaran yang unik. Alih-alih menurunkan harga untuk menarik pelanggan, ia justru menaikkan harga hingga tiga kali lipat.
Langkah ini sukses karena menciptakan persepsi bahwa AQUA adalah produk premium dengan kualitas tinggi. Ia juga memperkenalkan metode pemasaran door to door dan menitipkan produknya di toko-toko pinggir jalan.
Kesuksesan lebih lanjut datang ketika Tirto menjadikan pekerja asing di proyek Jalan Tol Jagorawi sebagai target pasar. Setelah mencoba produk AQUA, mereka menilai rasanya lebih segar dibandingkan air rebusan biasa.
Pada 1982, Tirto membuat keputusan besar dengan mengubah sumber air baku dari sumur bor menjadi mata air pegunungan yang lebih kaya nutrisi. Keputusan ini berdampak positif pada kualitas produk dan meningkatkan permintaan secara signifikan.
Karena biaya pengemasan mencapai 65% dari total produksi, Tirto bekerja sama dengan pabrik botol dan mendirikan PT Tirta Graha Brahma untuk menekan biaya produksi.
Tirto Utomo memimpin AQUA hingga akhirnya meninggal pada 1994. Dua tahun setelahnya, perusahaan multinasional asal Prancis, Danone, mengambil alih mayoritas saham AQUA, menyisakan sekitar 26% kepemilikan bagi keluarga Tirto.
Saat ini, AQUA memiliki 21 pabrik yang tersebar di berbagai wilayah dengan lebih dari 12.000 karyawan. Produk AMDK AQUA sudah tersebar di seluruh Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, dan beberapa negara lain.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement