Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Permen ESDM Terbit, PLN Targetkan RFP Sektor EBT 4,1 GW Tahun Ini

Permen ESDM Terbit, PLN Targetkan RFP Sektor EBT 4,1 GW Tahun Ini Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT PLN (Persero) menargetkan request for proposal (RFP) energi baru terbarukan (EBT) mencapai 4,1 gigawatt (GW) pada 2025. Target ini sejalan dengan terbitnya Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 5 Tahun 2025 yang mengatur Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) berbasis EBT.

EVP Aneka Energi Terbarukan PLN, Zainal Arifin, menyampaikan bahwa aturan baru ini akan mempercepat pengadaan listrik dari sumber EBT.

"Dengan adanya permen ini, ini juga akan sangat inline dengan semangat kami ya. Jadi kita lihat dari angka RFP saja dari 300 (MW) naik 1,5 (GW) naik 2,1 (GW) mudah-mudahan tahun ini 4,5 (GW),” ujar Zainal di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (11/3/2025).

Baca Juga: PLN Butuh Duit 235 Miliar Dolar Untuk Transisi Energi

Selama ini, proses pengadaan listrik dari independent power producer (IPP) kerap berjalan lambat karena belum adanya regulasi yang jelas. Dengan aturan baru ini, PLN akan mengubah metode pengadaan listrik agar lebih efisien.

"Bukan hanya peraturannya, tapi caranya (pengadaan) juga kita perlu ubah. Jadi nanti teman-teman semua akan ada paket-paket yang tidak lagi berbasis proyek individual seperti sebelumnya. Jadi PLTS (Jamali yang beberapa paket dan berada di berbagai lokasi) langsung 250 MW gitu," jelasnya.

Baca Juga: PLN Percepat Transisi Energi Hijau, PLTP IPP Salak Binary 15 MW Resmi Beroperasi

Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menegaskan bahwa regulasi ini akan memberikan kepastian hukum bagi transaksi listrik EBT antara IPP dan PLN.

"Jadi, dalam menyusun kontrak PJBL ini sering kali masih harus mencari acuan regulasi yang diinginkan. Nah, saat ini sering kali terjadi perbedaan interpretasi dari kontrak, dan negosiasi juga panjang dan kompleks. Sehingga kadang-kadang juga adanya peningkatan biaya dari transaksi, serta karena banyaknya negosiasi yang harus merujuk regulasi yang mana gitu ya, sehingga ada banyak keterlambatan dalam realisasi proyek," jelas Eniya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: