
Pemerintah terus memperkuat perlindungan bagi pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di tengah tantangan ekonomi global. Melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), pekerja yang terdampak PHK bakal mendapatkan manfaat berupa uang tunai, pelatihan kerja, dan akses informasi pasar kerja.
Menurut Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Kementerian PPN/Bappenas, Maliki, pemerintah telah menetapkan perubahan kebijakan JKP melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025.
“Pemerintah terus mengupayakan perlindungan yang lebih luas bagi pekerja/buruh yang terkena PHK, termasuk melalui peningkatan manfaat uang tunai dan penyesuaian syarat kepesertaan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (14/3/2025).
Baca Juga: Gelombang PHK Tak Terbendung, Tomy Winata Buka Suara
Maliki menambahkan bahwa Program JKP didanai oleh pemerintah tanpa membebani pekerja. Dana tersebut berasal dari kontribusi pemerintah sebesar 0,22% dari upah sebulan dan rekomposisi Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 0,14%.
Nantinya, pekerja yang memenuhi syarat akan mendapatkan uang tunai sebesar 60% dari upah mereka, dengan batas maksimal Rp5 juta selama enam bulan.
Maliki menekankan bahwa tingginya angka PHK di awal 2025 menjadi perhatian yang cukup serius, khususnya di sektor industri padat karya seperti tekstil dan produk tekstil.
Banyak perusahaan yang mengalami kesulitan akibat persaingan dengan produk impor murah dari China, penggunaan mesin tua yang menurunkan produktivitas, serta maraknya impor ilegal dan tren thrifting yang mengurangi permintaan terhadap pakaian baru.
Tak pelak, tingginya kasus PHK yang terjadi pada awal tahun ini membuat pemerintah cukup khawatir.
“Banyak perusahaan yang pailit, mengalami tekanan akibat beban upah yang tinggi, atau bahkan merelokasi pabrik ke negara lain yang lebih kompetitif,” kata Maliki.
Baca Juga: Now or Never! Bappenas: Ini Kesempatan Terakhir RI Keluar dari Middle Income Trap
Berdasarkan data dari pihaknya, ada sekitar 13.204 kasus PHK yang terjadi akibat kebangkrutan perusahaan. Sementara 4.461 kasus disebabkan oleh beban upah yang berlebihan.
Maka dari itu, sambungnya, pemerintah telah menetapkan sejumlah kebijakan prioritas dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 dan RPJMN 2025 – 2029 sebagai langkah antisipasi. Upaya tersebut mencakup penguatan mediasi perselisihan hubungan industrial, peningkatan keterampilan tenaga kerja, serta sosialisasi Program JKP agar pekerja yang terkena PHK tetap mendapatkan hak-haknya.
Tak hanya itu, pemerintah juga berusaha untuk mempercepat pemulihan ketenagakerjaan dengan cara meningkatkan akses pelatihan vokasi melalui sistem informasi pasar kerja (SIAPKerja).
Program tersebut, imbuh Maliki, memungkinkan pekerja yang terkena PHK tadi memperoleh akses pelatihan keterampilan, informasi lowongan kerja, dan konsultasi karir yang difasilitasi oleh Dinas Tenaga Kerja di tingkat daerah.
Pemerintah juga menyederhanakan sistem perizinan untuk menarik lebih banyak investasi dan menciptakan lapangan kerja baru.
“Dengan iklim ketenagakerjaan yang kondusif, diharapkan lebih banyak investasi masuk dan menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat,” tutup Maliki.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement