Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Warta Ekonomi dan AAUI Bahas POJK 20/2023: Fokus pada Risk Sharing dan Solusi Keuangan Berkelanjutan

Warta Ekonomi dan AAUI Bahas POJK 20/2023: Fokus pada Risk Sharing dan Solusi Keuangan Berkelanjutan Kredit Foto: Cita Auliana
Warta Ekonomi, Jakarta -

Warta Ekonomi bersama Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengadakan seminar bertajuk Membedah Ekosistem Asuransi Kredit: Risk Sharing, Regulasi, dan Solusi Keuangan Berkelanjutan pada Jumat (21/3/2025). Seminar ini membahas implementasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20 Tahun 2023 yang mengatur mekanisme risk sharing dalam asuransi kredit yang melibatkan perusahaan asuransi, lembaga keuangan, dan regulator.

Dalam sambutannya, CEO dan Chief Editor Warta Ekonomi Group, Muhamad Ihsan, mengatakan bahwa poin utama lainnya dalam POJK ini adalah ketentuan porsi risk sharing antara perusahaan asuransi dan pihak pemberi kredit, di mana perusahaan asuransi diwajibkan menanggung 75% dari risiko asuransi kredit, sedangkan 25% sisanya harus ditanggung oleh pihak pemberi kredit atau perbankan. 

“Dengan skema risiko kredit ini perbankan harus lebih siap menghadapi risiko kredit, memperkuat analisis kredit, serta menrapkan strategi mitigasi risiko guna mengurangi potensi Non-Performing Loans (NPL),” kata Ihsan di Jakarta, Jumat (21/3/2025). 

Sementara itu, Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian OJK, Djonieri, mengungkapkan bahwa POJK ini hadir sebagai respons terhadap enam persoalan utama yang melatarbelakangi pembuatan POJK Nomor 20 Tahun 2023. Persoalan yang menghambat efektivitas asuransi kredit, seperti kurangnya informasi debitur dan praktik moral hazard dalam penyaluran kredit. Djonieri juga menekankan bahwa regulasi baru ini penting untuk meningkatkan transparansi dalam penjaminan kredit serta memperbaiki rasio klaim yang saat ini masih cukup tinggi.

Djonieri menyebut alasan tersebut diantaranya karena perusahaan asuransi tidak mendapatkan informasi atas debitur, kurangnya experience study, persaingan bisnis yang ketat diantara perusahaan asuransi, pertanggungan bersifat automatic cover, moral hazard kreditur dalam penyaluran kredit, tata Kelola subrogasi kurang jelas. 

Industri pembiayaan dan fintech juga menghadapi tantangan dalam mengadopsi regulasi ini. Iwan Setiawan selaku Ketua Bidang Pengembangan Usaha Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menegaskan bahwa peran mereka dalam industri fintech pada dasarnya hanyalah sebagai marketplace, bukan sebagai pihak yang mengambil keputusan dalam pemberian kredit. Tahun 2019, perbankan mulai masuk menjadi lender dengan menyalurkan dana ke fintech. 

AFPI menjelaskan bahwa keputusan pemberian kredit sepenuhnya berada di tangan lender, baik itu dari sektor ritel, korporasi, maupun lembaga pendukung. Menurut data industri, saat ini hampir 40% lender di Pindar berasal dari sektor perbankan, meningkat pesat dari sebelumnya yang hanya 10%.

Fintech platform seperti Pindar diwajibkan untuk memfasilitasi lender dalam memilih apakah mereka ingin membeli asuransi atau tidak, dengan tujuan untuk melindungi risiko yang mungkin terjadi, seperti gagal bayar. Meskipun demikian, AFPI menekankan bahwa mereka tidak bisa bertindak sebagai penjamin atau penanggung risiko itu sendiri.

“Tetapi di sini kita harus punya prinsip kehati-hatian ketika kita memberikan asuransi ini. Ini borower ini layak nggak sih sebenarnya dapat asuransi? Kalau memang tidak dapat, kalau risiko kita adalah kita harus informasikan ke lender. Bahwa portfolio ini high risk, high return,” imbuhnya. 

Regulasi ini semakin mempertegas sinergi antara sektor fintech dan asuransi, dengaan harapan dapat menciptakan ekosistem keuangan yang lebih aman dan berkelanjutan. Dengan adanya opsi asuransi, lender memiliki lebih banyak perlindungan terhadap risiko yang ada, sementara platform fintech dapat terus berkembang dengan dukungan lembaga keuangan lainnya

“Saya sangat setuju dengan istilahnya risk sharing. Jadi bukan memindahkan total risikonya. Ini bukan memindahkan semua total risiko ini ke perusahaan asuransi,” tuturnya. 

Turut hadir, Suwandi Wiratno, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia, menyebutkan bahwa perusahaan pembiayaan sudah lama mengasuransikan portofolio, namun tantangan besar datang ketika perusahaan asuransi tidak memberikan diskon yang kompetitif atau menolak menanggung risiko tertentu.

Menurutnya, POJK Nomor 20 2023 dan POJK Nomor 46 2024 memberikan pembaruan penting dalam pengaturan asuransi kredit di Indonesia. Salah satu perubahan signifikan yang diatur dalam peraturan tersebut adalah larangan bagi perusahaan pembiayaan untuk melakukan amortisasi premi pada asuransi kredit yang sudah tidak memberikan manfaat bagi perusahaan pembiayaan.

“Karena pada waktu dahulu perusahaan asuransi bisa mengatakan, jangan khawatir, kalau bayar premi selama 5 tahun kamu amortisasi aja, tapi udah diklaim gak boleh mestinya, ini dilarang,” ujar Suwandi. 

Menurutnya, memfasilitasi asuransi terhadap piutang yang bermasalah suatu hal yang tidak boleh terjadi, seharusnya piutang bermasalah harus melakukan hapus buku agar tidak terjadi cosmetic accounting.

Ia juga menyampaikan bahwa perusahaan pembiayaan dilarang membatasi nilai klaim asuransi padahal seharusnya bisa saja dengan menggunakan skema moving premi dengan net credit loss.

“Perusahaan pembiayaan dilarang menggunakan mekanisme membatasi nilai klaim asuransi sebesar presentasi dari nilai, itu yang tadi saya sampaikan tadi. Harusnya kita tidak ada batas, tetapi ada sesuatu yang namanya moving premi terkait dengan net credit loss,” urai Suwandi. 

Turut hadir M. Fankar Umran , Direktur Utama PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), mengatakan bahwa kapabilitas daripada analis kredit di perbankan sering terjadi moral hazard. 

Dan dari dua sisi, Moral hazard bisa terjadi karena debitur curang dengan menyembunyikan informasi, mengekap nilai-nilai asetnya, laporan keuangnya rekayasa, dan sebagainya. 

“Tetapi juga bisa terjadi petugas banknya sendiri, petugas lembaga keuangan sendiri bisa terjadi. Hal yang sama. Sehingga misalnya persongkolan bisa terjadi, manipulasi data dokumen terjadi dan memberi kredit fiktif terjadi,” tutur Fankar. 

Lebih lanjut, ia menjelaskan mengenai pola asuransi kredit, terdapat dua yakni pola conditional automatic cover (CAC) dan Case by Case (CBC).  Ia mengatakan, pada skema CAC, apa yang terjadi di bank, otomatis akan dicover perusahaan asuransi kredit, karena mirroring.

Fankar mengatakan, jika kredit macet di bank dengan rata-rata 2 persen maka di perusahaan asuransi kredit juga 2 persen karena memang nilainya bersifat mirroring atau sama, tentu hal ini akan membuat perusahaan asuransi kredit mengalami kerugian. 

“Apa yang terjadi kalau preminya hanya 1 persen? Kita bayangkannya, kalau 2 persen itu adalah 100 miliar, kreditnya 100 miliar, maka terjadi kredit macet 2 persen, berarti kan 2 miliar tuh, ya macet kan, berarti 2 miliar kredit cover. Kalau kita ambil premi hanya 0,7 persen atau 1 persen, kita dapat premi 1 miliar Pak, untuk membayar 2 miliar. Udah pasti ruginya, karena automatic cover,” urainya. 

Wakil Ketua Bidang Kerja Sama Antar Lembaga Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Muhammad Iqbal mengatakan bahwa dalam implementasi POJK Nomor 20 tahun 2023 memiliki tantangan yang harus dihadapi oleh seluruh pemangku kepentingan di industri asuransi.

"Peraturan ini sebenarnya punya masa honeymoon, Pak, satu tahun. Jadi satu tahun lalu kita masih bisa menjalankan dengan tenang, nah tapi tahun ini kayaknya sudah harus dilaksanakan gara-gara begitu," ujar Iqbal.

Iqbal mengatakan, seluruh ekosistem asuransi, termasuk pialang, reasuransi agar berkesinambungan untuk mensukseskan poin penting POJK 20.

Selain itu, ia menekankan pentingnya kerjasama lintas sektor, mengingat POJK ini beririsan dengan bisnis di sektor pembiayaan dan perbankan.

"karena POJK ini irisan bisnisnya dengan kawan-kawan di pembiayaan, kawan-kawan di perbankan, makanya kita hari ini mencoba untuk menjembatani irisan tersebut, kita mengundang perbankan, kita mengundang juga teman-teman di pembiayaan," tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cita Auliana
Editor: Istihanah

Advertisement

Bagikan Artikel: