
Pemerintah menggaris bawahi rencana kenaikan royalti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor nikel merupakan salah satu katalisator untuk mengerek penerimaan negara.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu-bara Kementerian ESDM, Tri Winarno mengatakan bahwa kenaikan tersebut masih fair jika dibanding murahnya biaya penambangan nikel di Indonesia yang terhitung lebih rendah 40% dibanding negara lain.
"Isu negara kita royalti-nya terlalu tinggi. Lho kita 40% lebih rendah cost-nya. Wajar-wajar dan yang ada di pasal 33 itu ya hanya (untuk kesejahteraan rakyat) Indonesia kan bumi air dan segala kekayaannya. Kalau yang di Australia ini kan pemilik tanah yang di dalamnya ini kan beda," ucapnya, saat ditemui di Kementerian ESDM, Senin (24/3/2025).
Baca Juga: Uji Publik Kenaikan Tarif Royalti Minerba Tuai Protes, Dirjen Minerba Sebut Sudah Hampir Rampung
Tri Winarno menyebut bahwa upaya meningkatkan nilai royalti juga telah melalui serangkai excercise dengan tetap memastikan keberlanjutan usaha pelaku tambang.
"Kita kan sebelum naik kan kita sudah melakukan perhitungan. Perhitungan itu berdasarkan pada laporan keuangan dua tahun berturut-turut dari beberapa perusahaan. Kemudian kita evaluasi, saat itu dilakukan itu tidak menunjukkan adanya potensi perusahaan itu akan mengalami colaps atau negatif cashflow-nya," lanjut Tri.
Ada pun jika benar- rencana kenaikan royalti nikel ditaksir akan menjadi yang tertinggi di dunia. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) di Jakarta, Senin (17/03/2025).
"Kita tarif royalti saat ini kan 10%. Akan ada kenaikan 14-19%. Ternyata dari seluruh negara penghasil nikel kita yang tertinggi yang 10% sebelum tambah yang 14-19%," bebernya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement