- Home
- /
- Kabar Finansial
- /
- Bursa
Strategi GRP Hadapi Baja Impor, Lakukan Inovasi, Efisiensi, dan Keberlanjutan

PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP), salah satu produsen baja terintegrasi terbesar di Indonesia, menegaskan komitmennya dalam membangun industri baja yang lebih hijau dan kompetitif. Dalam acara buka puasa bersama dengan rekan media nasional pada 24 Maret 2025, GRP berbagi pandangan mengenai tantangan industri baja nasional, sekaligus strategi transformasi jangka panjang perusahaan.
Salah satu isu utama yang menjadi sorotan adalah meningkatnya impor baja ke Indonesia. Berdasarkan data Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA), konsumsi baja nasional terus meningkat dari 15 juta ton pada 2020 menjadi 17,4 juta ton pada 2023 dan diperkirakan mencapai 18,3 juta ton pada 2024. Namun, pertumbuhan ini diiringi dengan lonjakan impor, terutama dari Tiongkok. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor besi dan baja mencapai 13,8 juta ton pada 2023.
“Persaingan industri tidak hanya soal harga. Kita bicara soal keberlanjutan industri, kualitas konstruksi, dan kedaulatan manufaktur nasional. Produk baja murah yang tidak sesuai standar bisa berdampak pada masa depan pembangunan kita. Karena itu, sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan media sangat krusial agar ekosistem baja tetap sehat dan kompetitif,” ujar Fedaus.
Baca Juga: Gandeng Primetals, GRP akan Jadi Pemasok Baja Gulungan Canai Panas Tanpa Karbon di Asia untuk Eropa
Meski dibayangi tantangan, GRP optimistis terhadap masa depan industri baja Indonesia. Sebagai langkah strategis, GRP telah meluncurkan inisiatif transformasi sejak November 2024 untuk menjadi pemimpin dalam produksi baja berkelanjutan di Asia Tenggara. Transformasi ini bertumpu pada tiga pilar utama: transisi ke Electric Arc Furnace (EAF), pemanfaatan scrap daur ulang, serta pengembangan dan penggunaan energi terbarukan. GRP akan menghentikan blast furnace yang tidak pernah dioperasikan dan menggantinya dengan teknologi EAF yang lebih efisien dan rendah emisi. Selain itu, strategi pengadaan scrap baja dikembangkan secara domestik dan internasional guna mendukung ekonomi sirkular dan mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam primer.
“Inisiatif ini bukan sekadar modernisasi teknologi, tapi perwujudan komitmen kami dalam menjaga kelestarian lingkungan dan menjamin keberlanjutan industri baja ke depan,” ungkap Fedaus. “Kami ingin menjadi industri baja yang tidak hanya tangguh, tetapi juga bertanggung jawab.”
GRP juga menggandeng Primetals Technologies untuk membangun fasilitas produksi baja gulungan canai panas (Hot Rolled Coils/HRC) berbasis teknologi Arvedi Endless Strip Production (ESP). Teknologi ini memungkinkan produksi baja berkualitas tinggi dengan emisi karbon hampir nol dan efisiensi energi yang luar biasa. Produksi yang direncanakan mulai pada 2027 ini mendukung target GRP dalam meningkatkan kapasitas produksi menjadi 2,5 juta ton baja rendah emisi karbon. GRP akan menjadi perusahaan baja pertama di Asia, di luar Tiongkok, yang siap memenuhi regulasi karbon ketat pasar global.
Baca Juga: Mau Kembangkan Bisnis, Gunung Raja Paksi (GGRP) Berencana Right Issue 12 Miliar Saham
Selain transformasi teknologi, GRP juga mendukung kebijakan pemerintah dalam penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas produk baja impor. Langkah ini dinilai strategis dalam menciptakan persaingan yang adil, mencegah praktik dumping, serta memberikan ruang bagi produsen dalam negeri untuk berkembang dan berinovasi.
“Langkah pemerintah melalui BMAD merupakan bentuk keberpihakan terhadap industri nasional. Ini akan memperkuat daya saing, menjaga kualitas, dan membuka peluang pertumbuhan berkelanjutan,” tambah Fedaus.
Dengan strategi yang menyeluruh, mulai dari transformasi menuju keberlanjutan, kesiapan ekspansi global, hingga kolaborasi aktif dengan pemangku kepentingan, GRP menegaskan posisinya sebagai perusahaan baja nasional yang berorientasi masa depan.
“Kami percaya industri baja Indonesia punya potensi besar untuk tumbuh, memimpin, dan bersaing secara global. GRP hadir bukan hanya sebagai produsen, tapi juga sebagai katalisator perubahan menuju industri yang lebih rendah emisi, kuat, dan berkelanjutan,” tutup Fedaus.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement