Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rupiah Bergejolak, OJK Beberkan Kondisi Likuiditas Valas Perbankan RI

Rupiah Bergejolak, OJK Beberkan Kondisi Likuiditas Valas Perbankan RI Kredit Foto: OJK
Warta Ekonomi, Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti dampak kebijakan tarif Trump terhadap nilai tukar rupiah. Diketahui, rupiah sempat menyentuh Rp17.000 per dolar Amerika Serikat (AS) setelah trump secara resmi mengumumkan tarif impor Indonesia urutan ke-8 dengan tarif sebesar 32 persen.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa fluktuasi rupiah akibat tarif trump tidak berpengaruh langsung ke neraca bank. 

Ia mengatakan, berdasarkan devisa neto (PDN) bank terhadap valuta asing (valas) hanya sebesar 1,55 persen. Menurutnya, hal ini masih jauh di bawah threshold yang sebesar 20 persen.

"Ini dapat dimaknai bahwa sebenarnya eksposur langsung bank terhadap risiko nilai tukar itu relatif kecil ya, sehingga pelemahan nilai tukar tidak akan banyak berpengaruh secara langsung terhadap neraca bank," ujar Dian dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Maret, Jakarta, Jumat (11/4/2025).

Baca Juga: Ini Alasan Rupiah Jatuh! Bukan Hanya Teknis, Tapi Fundamental

Hingga Februari 2025, tercatat pertumbuhan kredit valas sebesar 16,30 persen year on year (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sebesar dan 7,09 persen yoy.

Hal itu menyebabkan likuiditas valas mengetat, terlihat rasio pinjaman terhadap simpanan (loan deposit ratio/LDR) naik dari 74,98 persen menjadi 81,43 persen yoy.

Selain itu, Dian mengatakan bahwa kredit valas merupakan produk yang hanya disalurkan melalui kegiatan berbasis ekspor dalam bentuk valas atau biasa disebut naturally hedged yang tidak menimbulkan dampak besar.

"Kemudian apabila kita coba melihat dari sisi kredit valas, ini umumnya kredit yang diberikan dalam valas merupakan produk atau kegiatan yang berbasis ekspor yang juga memiliki basis penerimaan dalam bentuk valas ini yang disebut sebagai naturally hedged, sehingga sebetulnya tidak menimbulkan kualitas yang berarti," urainya.

Sementara itu, Dian menjelaskan devisa neto perbankan tercatat berada pada posisi long, yang berarti bank-bank nasional memiliki kepemilikan aset valuta asing yang lebih besar dibandingkan kewajiban dalam valuta asing. Dengan demikian, ketika nilai tukar rupiah melemah, hal ini justru memberikan dampak positif terhadap keuntungan perbankan.

Baca Juga: Tarif Trump Picu Gejolak Pasar Uang Dunia, Airlangga: Rupiah Masih Lebih Kuat dari Yen!

Dian juga mengimbau agar perbankan siap menghadapi perubahan kondisi global maupun domestik agar selalu menjaga fundamental. Ia mengatakan, untuk menghadapi volatilitas nilai tukar, bank didorong untuk menerapkan medismen resiko yang kuat antara lain melalui pelaksanaan stress test

"Stress test itu sudah lebih regular sekarang yang dilakukan oleh teman-teman bankan tentu dengan berbagai skenario dan menyiapkan mitigasi resiko yang lebih tepat," tuturnya.

Sesuai ketentuan OJK, Dian menegaskan perbankan juga diwajibkan membentuk tambahan modal di atas persyaratan penyediaan modal minimum sesuai profil risiko yang berfungsi sebagai penjaga atau buffer.

"Apabila terjadi krisis keuangan dan ekonomi yang dapat mengganggu stabilitas risiko keuangan yang dapat digunakan untuk mengantisipasi dampak volatilitas nilai tukar," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cita Auliana
Editor: Belinda Safitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: