
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) Taruna Ikrar mengunjungi dan meninjau salah satu fasilitas Combiphar Group yang berlokasi di Padalarang, Jawa Barat, Rabu (16/4). Menurut Taruna kunjungan langsung ke pabrik parmasi merupakan salah satu strategi yang dijalan olah BPOM di bawah kepemimpinanya untuk memastikan proses produksi obat telah dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini, demi keamanan obat yang dihasilkan. “kita pastikan saat ini bahwa mengawan tidak lagi menunggu laporan di atas meja, tetapi kita datangi langsung ,” ujarnya.
Selain itu Taruna menjelaskan, pengawasan yang dilakukan secara langsung ini merupakan salah satu dari 4 strategi untuk menurunkan harga obat dan upaya untuk kemandirian obat secara nasional.
Menurutnya, harga obat di Indonesia terbilang tinggi karena memang bahan bakunya 94% masih impor terutama dari China dan India. “Oleh karena strategi pertama adalah mempersingkat waktu proses registrasi Nomer Izin Edar (NIE) dari 300 hari kerja menjadi 54 hari kerja, atau rata-rata kita patok 90 hari kerja,” katanya. Dengan mempersingkat proses NIE menurut Taruna akan berdampak pada efisiensi biaya produksi.
Sebagai bukti komitmen itu, dalam kunjungan ke pabrik Combiphar ini kepala BPOM memberikan sertifikat NIE untuk obat Veoza – sebuah inovasi dari Jepang yang diproduksi Combiphar .
“Kami buktikan hari ini bahwa proses penerbitan Sertifikat Nomor Izin Edar (NIE) untuk Veoza hanya memakan waktu 54 hari kerja, jauh lebih cepat dari rata-rata 300 hari sebelumnya. Ini adalah bagian dari komitmen kami untuk mendukung industri farmasi, sekaligus memastikan pengawasan lapangan berjalan dengan baik,” ujar Taruna Ikrar. Strategi ke dua, lanjut Taruna “kita berharap ada transfer teknologi dalam produksi obat inovatif untuk mengurangi impor bahan baku, bila tidak bisa dibahan baku utama paling tidak dibahan baku antara (intermediate),” katanya.
Taruna mengatakan, strategi ketiga adalah mewajibkan produsen mencantumkan label harga eceran tertinggi (HET) di kemasan obat, hal ini diharapakan mencegah terjadinya fluktuasi harga. Dan strategi keempat adalah pengawasan langsung.
Semanten itu, Michael Wanandi, Presiden Direktur Combiphar Group memberikan apresiasi kepada kepala BPOM yang telah melakukan kunjungan kerja ke pabrik nya.
"Kunjungan ini menjadi bukti nyata dari komitmen Badan POM untuk terus membangun sinergi yang kokoh demi kemajuan ekosistem kesehatan di Indonesia," ujarnya.
Michael pun merasa senang karena kepala BPOM dapat menyaksikan langsung proses produksi yang dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini. Hal ini menjadi refleksi nyata dari kesungguhan Combiphar dalam menjaga mutu di setiap tahapan proses produksi.
Menurut Michael, kepatuhan Combiphar terhadap regulasi tidak hanya berlaku di tingkat nasional, tetapi juga memenuhi standar internasional di berbagai negara tujuan ekspor. Hal ini tercermin dari keberhasilan produk seperti Eye Mo yang tidak hanya dikenal luas di Indonesia, tetapi juga telah mendapatkan pengakuan dan kepercayaan di pasar internasional.
Pencapaian ini menjadi bukti bahwa sistem mutu dan standar produksi Combiphar telah selaras dengan regulasi global, menjadikannya salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mampu bersaing secara internasional.
“Kami percaya, misi menghadirkan produk-produk kesehatan yang aman, berkualitas, dan terjangkau tidak dapat dijalankan sendiri. Kolaborasi erat antara industri dan regulator seperti Badan POM adalah fondasi penting dalam menciptakan ekosistem kesehatan yang berkelanjutan dan inklusif,” tutup Michael Wanandi
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi
Tag Terkait:
Advertisement