Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tarif Naik, Ekspor RI ke AS Kena ‘Tebasan’ 25%

Tarif Naik, Ekspor RI ke AS Kena ‘Tebasan’ 25% Kredit Foto: Antara/Arnas Padda
Warta Ekonomi, Jakarta -

Amerika Serikat resmi menaikkan tarif terhadap berbagai produk impor, termasuk dari Indonesia. Tarif tambahan tersebut sebesar 10% untuk sebagian besar produk, sementara baja, aluminium, dan otomotif dikenakan tarif hingga 25%.

Kebijakan itu disampaikan Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Djatmiko Bris Witjaksono dalam konferensi pers di Gedung Kemendag, Jakarta, Senin (21/4/2025).

“Kami telah menerima pemberitahuan resmi bahwa produk ekspor Indonesia ke Amerika Serikat akan dikenai baseline tariff baru sebesar 10%, dengan pengecualian untuk sektor baja dan otomotif yang masuk ke dalam security category dan dikenakan tarif hingga 25%,” ujar Djatmiko.

Baca Juga: Kemendag Siapkan Bahasan Teknis Penghapusan Kuota Impor

Djatmiko menambahkan, tarif tersebut belum termasuk tarif resiprokal sebesar 32% yang sebelumnya diumumkan oleh AS. Menurutnya, tarif itu masih dalam masa penangguhan selama 90 hari dan belum diberlakukan terhadap produk Indonesia.

“Perlu kami tegaskan bahwa tarif 10% ini bersifat umum, sebagai baseline. Adapun tarif resiprokal 32% masih dalam masa suspensi dan belum berlaku terhadap kita. Ini penting untuk dipahami oleh para pelaku usaha agar tidak panik,” jelasnya.

Tarif 10% ini berlaku pada sejumlah produk andalan ekspor Indonesia seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, furnitur, perikanan, dan produk karet. Kenaikan ini diperkirakan menekan daya saing produk Indonesia di pasar AS.

“Produk kita yang tergolong dalam other products seperti TPT, furniture, dan seafood akan terdampak langsung. Ini tentunya menjadi tantangan bagi pelaku usaha kita untuk menjaga daya saing,” imbuh Djatmiko.

Meski demikian, ia menegaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan langkah mitigasi untuk menghadapi tekanan tarif tersebut.

“Kita akan mendekati otoritas perdagangan AS, termasuk United States Trade Representative (USTR), untuk memastikan agar posisi Indonesia tetap dipertimbangkan sebagai negara berkembang yang mendapat fleksibilitas tertentu,” ungkapnya.

Baca Juga: Hadapi Gempuran Tarif Trump, RI Cari Pasar Alternatif dan Perkuat Diplomasi Dagang

Pemerintah juga menyoroti pentingnya diversifikasi pasar dan optimalisasi perjanjian dagang yang tengah dirampungkan. Salah satunya adalah Perjanjian Ekonomi Komprehensif Indonesia–Kanada (Indonesia–Canada SEPA).

“Kita akan percepat ratifikasi dan implementasi perjanjian dagang seperti SEPA dengan Kanada dan CEPA dengan EFTA. Selain itu, kita juga menjajaki pasar nontradisional seperti Amerika Latin dan Afrika Utara,” kata dia.

Terkait kebijakan tarif ini, pemerintah juga membuka ruang konsultasi bilateral dengan AS. Saat ini, menurut Djatmiko, Indonesia belum mengambil langkah hukum ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), meski negara lain seperti Tiongkok dan Kanada telah lebih dulu menempuh jalur tersebut.

“Kami ingin tetap menjaga hubungan dagang yang konstruktif dengan AS. Gugatan ke WTO bukan opsi pertama. Saat ini, fokus kita adalah mencari jalan tengah lewat diplomasi,” tegasnya.

Ia juga mengimbau pelaku usaha untuk tetap tenang dan tidak gegabah menanggapi kebijakan ini. Pemerintah, kata dia, siap memberikan pendampingan dan bantuan teknis.

“Kita butuh kesiapan dari pelaku usaha. Pemerintah akan terus mendampingi dan memberikan asistensi teknis jika diperlukan,” ucap Djatmiko.

Kebijakan tarif ini dinilai sebagai bagian dari gelombang proteksionisme yang kembali menguat sejak awal 2025, seiring kebijakan ekonomi domestik AS yang mengedepankan strategi America First di bawah pemerintahan Presiden Trump.

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: