Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Diadang Dilema, Perang Dagang AS-Tiongkok Bisa Jadi Pedang Bermata Dua

Indonesia Diadang Dilema, Perang Dagang AS-Tiongkok Bisa Jadi Pedang Bermata Dua Kredit Foto: Reuters/Aly Song
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia kini berada di tengah ketegangan dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, yakni Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Kebijakan tarif terbaru yang diberlakukan AS tidak hanya memengaruhi hubungan dagang bilateral dengan Indonesia, tetapi juga menempatkan Indonesia di persimpangan jalan dalam konteks geopolitik dan ekonomi global.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Djatmiko Bris Witjaksono menyampaikan bahwa pemerintah sedang menempuh berbagai langkah untuk merespons kebijakan tarif AS yang terus berkembang.

Namun, tantangan terbesar Indonesia adalah menjaga hubungan dagang yang menguntungkan dengan AS tanpa merusak kemitraan strategis dengan Tiongkok, mitra dagang terbesar Indonesia.

Baca Juga: Airlangga Ungkap Target Indonesia dalam Negosiasi Tarif AS

Djatmiko menekankan bahwa kebijakan tarif AS, khususnya terhadap sektor otomotif, baja, dan aluminium, berpotensi menambah tantangan bagi eksportir Indonesia yang selama ini mengandalkan pasar AS.

Di sisi lain, Indonesia harus mempertimbangkan dampak dari ketegangan antara AS dan Tiongkok, yang dapat menggoyahkan pasar ekspor Indonesia di kawasan Asia.

“Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga hubungan yang seimbang dengan kedua negara. Meskipun AS mengenakan tarif yang lebih tinggi pada produk Indonesia, kita juga harus berhati-hati agar tidak mengambil tindakan yang bisa memicu ketegangan lebih lanjut dengan Tiongkok,” ujar Djatmiko, Dalam konferensi pers pada Senin (21/4/2025). 

Ia menegaskan bahwa kebijakan perdagangan yang diterapkan pemerintah harus memberi manfaat jangka panjang dan menghindari kerugian signifikan bagi ekonomi domestik. Salah satu upaya konkret yang tengah dijajaki adalah negosiasi dengan AS terkait peningkatan pembelian produk asal Amerika, yang diharapkan membantu mengurangi defisit perdagangan AS terhadap Indonesia.

Ketegangan tarif ini juga memperbesar risiko geopolitik yang berdampak ke banyak negara lain yang terdampak kebijakan perdagangan AS.

Baca Juga: Airlangga Sampaikan Langkah Strategis RI dalam Negosiasi Penurunan Tarif AS

Djatmiko menyebut Indonesia tidak boleh terjebak dalam pertarungan tarif antara AS dan Tiongkok. Menurutnya, hubungan ekonomi Indonesia dengan Tiongkok cukup kuat, dan langkah agresif dalam merespons tarif AS justru bisa mengancam peluang perdagangan dan investasi dari Negeri Tirai Bambu.

“Indonesia bukan hanya sekadar negara pengimpor atau eksportir, tetapi kita juga merupakan pemain utama dalam pasar regional yang lebih luas, seperti ASEAN. Oleh karena itu, pemerintah juga aktif membuka pintu bagi mitra dagang lain, seperti Uni Emirat Arab dan Kanada, untuk memperluas pasar ekspor,” ungkapnya.

Ketegangan berkepanjangan antara AS dan Tiongkok berisiko mengguncang stabilitas ekonomi Indonesia, terutama pada sektor ekspor, impor, dan investasi. Dalam jangka panjang, sektor strategis seperti otomotif, elektronik, dan tekstil yang menjadi tulang punggung ekspor bisa terpengaruh kebijakan tarif AS.

Namun, di sisi lain, Djatmiko menilai situasi ini bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk mempercepat negosiasi dan kerja sama dagang dengan mitra lain di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika.

Keberhasilan Indonesia dalam mengelola dinamika ini akan bergantung pada kemampuan pemerintah menjalin diplomasi perdagangan yang efektif dan adaptif, demi menghindari dampak negatif dari persaingan global antara AS dan Tiongkok.

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: