Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Harga CPO Makin Mahal, Astra Agro Waspadai Serbuan Minyak Nabati Alternatif

Harga CPO Makin Mahal, Astra Agro Waspadai Serbuan Minyak Nabati Alternatif Kredit Foto: AALI
Warta Ekonomi, Jakarta -

Meski industri kelapa sawit nasional menikmati kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) global sebesar 12,4 persen pada 2024, PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) menilai ancaman baru mulai membayangi. Negara-negara importir utama seperti Tiongkok dan India mempertimbangkan diversifikasi ke minyak nabati lain akibat fluktuasi harga CPO yang semakin tajam.

Dalam paparan kinerja tahunan, Presiden Direktur Astra Agro Lestari, Djap Tet Fa, menyebutkan harga rata-rata CPO naik dari 964 dolar AS per ton pada 2023 menjadi 1.084 dolar AS per ton pada 2024. Namun, ia mengingatkan bahwa lonjakan harga ini berpotensi mendorong negara pembeli beralih ke alternatif minyak nabati yang lebih murah.

“Kami sadar, kenaikan harga ini adalah pedang bermata dua. Jika kita tidak waspada dan tidak meningkatkan efisiensi, kita bisa kehilangan pasar ke minyak nabati lain,” ujar Djap Tet Fa, Senin (28/4/2025).

Baca Juga: Djap Tet Fa Pimpin Astra Agro, Dividen Pemegang Saham Menggembung

Untuk menghadapi tantangan ini, Astra Agro telah menyiapkan berbagai strategi antisipatif. Perusahaan mempercepat program peremajaan tanaman (replanting) dengan total 5.052 hektare pada 2024, meningkat 7,2 persen dari tahun sebelumnya.

Selain itu, perusahaan terus mengadopsi teknologi pertanian modern, seperti Drone Monitoring System (DIMS), untuk mempercepat pemantauan dan meningkatkan produktivitas lahan. Astra Agro juga memperkuat keberlanjutan dengan membangun fasilitas methane capture di Provinsi Riau. Inisiatif ini bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca sekaligus mendukung target Sustainability Aspiration 2030 Grup Astra.

Baca Juga: Bisnis Melesat! Astra Agro Raup Laba Rp1,19 Triliun, Ini Strateginya

“Kunci utama kami adalah operasional yang efektif dan inovasi berkelanjutan. Tidak cukup hanya mengandalkan harga pasar,” imbuhnya.

Kenaikan harga CPO tahun lalu sebagian besar dipicu oleh stagnasi produksi minyak sawit di Indonesia dan Malaysia selama lima tahun terakhir. Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menunjukkan konsumsi global CPO mencapai 28,7 juta ton, sementara produksi hanya 7,9 juta ton pada akhir tahun. Kesenjangan antara pasokan dan permintaan ini mendorong harga naik.

Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Minyak Sawit Merah!

Baca Juga: Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan, Ini Bukti Komoditas Kelapa Sawit Nihil Limbah

“Namun, jika negara-negara konsumen mengalihkan permintaan ke minyak alternatif seperti minyak kedelai atau bunga matahari, sektor kelapa sawit bisa menghadapi tekanan permintaan yang signifikan dalam beberapa tahun ke depan,” jelas Djap Tet Fa.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: