Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sudah Banyak Insentif, Kok Investasi Masih Melempem? Ini Penyebabnya!

Sudah Banyak Insentif, Kok Investasi Masih Melempem? Ini Penyebabnya! Kredit Foto: Acst
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, menyoroti lambannya realisasi investasi dalam negeri meskipun pemerintah telah menggelontorkan berbagai insentif. Menurut Fithra, biang keladi dari mandeknya investasi terletak pada desain dan implementasi kebijakan yang belum optimal.

“Kan insentif sudah banyak banget tuh. Tapi industri kita begini-begini saja, malah tambah turun. Terus masalahnya di mana? Masalahnya adalah design policy-nya, dan implementasinya,” kata Fithra saat ditemui di Jakarta, Selasa (6/5/2025).

Ia menegaskan bahwa pemerintah perlu menciptakan level playing field yang adil bagi seluruh pelaku industri. Menurutnya, peran pemerintah sebaiknya difokuskan sebagai pengatur lapangan, bukan pemain.

Baca Juga: Isu TKDN dalam Negosiasi AS: Presiden Minta Diubah Basis Insentif

“Jadi apa yang perlu dilakukan? Kalau menurut saya, ya kita menciptakan level playing field yang sama untuk semua industri. Jadi pemerintah dalam hal ini menjadi wasit, biarkan saja semua bermain. Tapi semuanya bermain secara adil, itu yang kita butuhkan,” ujarnya.

Fithra juga mengingatkan bahwa kebijakan proteksionisme tidak boleh dilakukan secara berlebihan. Kebijakan harus tetap sesuai dengan konsensus regional maupun global agar Indonesia tidak terkena tindakan balasan seperti countervailing measures dari World Trade Organization (WTO).

Berdasarkan data Trade Barrier Index (TBI), Indonesia saat ini memperoleh skor mendekati 7,5 poin dan menempati peringkat ke-122 dari 122 negara. Ini menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan tingkat proteksi perdagangan tertinggi, baik melalui tarif, kebijakan non-tarif, hingga kewajiban kandungan lokal (local content).

“Kenapa? Kalau kita memberikan subsidi terlalu banyak di industri kita, itu bisa kena countervailing measures dari WTO. Nah itu kan juga harus jadi perhatian kita. Kalau kena countervailing, trade partners kita jadi menghukum kita kan dengan tarif-tarif yang sifatnya countervailing. Makanya ini perlu didiskusikan,” imbuhnya.

Baca Juga: Investasi Kuartal I 2025 Capai Rp465,2 Triliun, Tapi Modal Asing Mulai Seret

Ia menilai Indonesia masih memiliki masa depan di jalur multilateralisme, kendati menghadapi tantangan berat akibat kerusakan sistem berbasis aturan (rule-based system) serta tekanan tarif dari era Trump. Karena itu, ia mendorong konsensus kawasan ASEAN untuk menciptakan arah kebijakan industri yang berkelanjutan.

Fithra mencontohkan jika Indonesia ingin mengembangkan industri kendaraan listrik (EV), maka kebijakan yang mendukung harus konsisten dan terarah.

Roadmap industri kita juga harus jelas. Dan kita bisa memberikan insentif. Sementara kita gak tahu industri apa yang mau dibangun,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cita Auliana
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: