Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pelaku Usaha Khawatir PP 28/2024 Tekan Industri Padat Karya, KADIN Minta Deregulasi

Pelaku Usaha Khawatir PP 28/2024 Tekan Industri Padat Karya, KADIN Minta Deregulasi Kredit Foto: Mochamad Ali Topan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kekhawatiran pelaku usaha terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan semakin meningkat. Aturan ini dinilai berpotensi menekan sektor padat karya, khususnya industri hasil tembakau serta makanan dan minuman (mamin).

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Indonesia meminta pemerintah untuk melakukan deregulasi terhadap kebijakan-kebijakan yang dianggap membebani pelaku usaha dan mengancam ketenagakerjaan, seperti zonasi penjualan rokok dan iklan rokok serta pengaturan kandungan garam, gula, dan lemak (GGL) yang diatur dalam PP 28/2024.

Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Perindustrian, Saleh Husin menegaskan bahwa peraturan yang tidak disusun secara tepat justru bisa berdampak buruk terhadap sektor industri. "Sudah banyak contoh yang kita lihat belakangan ini, mulai dari tekstil hingga industri media. Saya sangat setuju dengan teman-teman serikat pekerja, bahwa di tengah gelombang ketidakpastian ekonomi ini, pemerintah tidak perlu tergesa-gesa dalam mengeluarkan sebuah kebijakan,” ujarnya.

Saleh menyampaikan kekhawatiran bahwa peraturan ini bisa memperburuk kondisi industri hasil tembakau dan mamin yang sudah berjuang dalam tekanan ekonomi. Selain itu, kebijakan restriktif semacam ini dinilai akan menyuburkan pasar ilegal bagi produk tembakau maupun mamin.

Saleh menyatakan pihaknya telah menyampaikan pendapat bahwa sejumlah pasal dalam PP 28/2024 tersebut akan mematikan industri dan justru akan menyuburkan produk-produk ilegal. Ia menyebut, tanpa peraturan seketat itu saja, saat ini rokok ilegal di Indonesia sudah mencapai angka 6,9% pada 2023 berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). "Apalagi dengan semakin diketatkannya peraturan, maka semakin menjamur pastinya produk ilegal,” imbuhnya.

Mantan Menteri Perindustrian tersebut juga mengkritisi proses penyusunan PP 28/2024 yang tidak melibatkan pelaku industri secara memadai. Dari beberapa informasi yang pihaknya kumpulkan, PP 28/2024 justru tidak melibatkan pelaku industri dalam penyusunannya. Masukan dari beberapa kementerian pembina industri juga banyak yang tidak dipertimbangkan. "Oleh karenanya terdapat banyak pasal yang problematik dan justru dapat mematikan industri itu sendiri,” jelasnya.

Baca Juga: Isu Upah Jadi Siklus Tahunan? Kadin: Saatnya Punya Formula Baru

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej turut menanggapi pro kontra yang berkembang. Ia menegaskan, jika terbukti PP 28/2024 tersebut disusun tanpa partisipasi publik yang bermakna, maka secara hukum peraturan itu bisa dibatalkan.

"Kalau misalnya terbukti PP 28/2024 dibuat tanpa ada partisipasi. Ya berarti secara prosedur cacat. Berarti dibatalkan, secara formilnya tidak terpenuhi. Cacat. Itu kita belum bicara substansi loh," kata Eddy.

KADIN, lanjut Saleh, telah aktif menjembatani dialog antara pelaku usaha dan pemerintah untuk mencari solusi terbaik. Menurutnya, saat ini sudah banyak diskusi yang dilakukan atas penolakan yang juga muncul dari berbagai asosiasi. Tidak hanya dari industri hasil tembakau, tapi juga dari industri iklan, retail, petani, tenaga kerja, hingga pedagang kaki lima.

"Seharusnya pemerintah membuka wadah untuk berdiskusi dengan pelaku industri dan mencari jalan tengah. Kami sebagai KADIN juga akan membantu menjembatani industri dengan pemerintah terkait hal ini,” tutur Saleh.

Baca Juga: Multiusaha Kehutanan Jadi Senjata Baru Ekonomi Hijau, Kadin Target Rp1,2 Triliun Investasi

Ia juga menekankan pentingnya mempertahankan sektor padat karya untuk menekan angka pengangguran, terutama di tengah perlambatan ekonomi. Teranyar, BPS telah mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak mencapai 5%, hanya di angka 4,87% pada kuartal I-2025.

Hal ini, lanjut Saleh, masih sangat jauh dari target pemerintah untuk mencapai 8% dan bahkan berada di bawah Vietnam. Untuk itu, pemerintah seharusnya perlu berfokus pada perkembangan industri dalam negeri untuk bisa lebih mendorong pertumbuhan ekonomi.

Menurutnya, investasi dari luar perlu untuk terus ditingkatkan, namun investasi yang sudah ada di dalam negeri juga perlu untuk dipertahankan, bahkan dikembangkan bukan dimatikan. “Industri hasil tembakau ini merupakan salah satu industri yang harus dipertahankan oleh pemerintah, berhubung industri ini memiliki tenaga kerja dari hulu hingga hilir yang mencapai 6 juta orang,” tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: