
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) akan mengawal kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam upaya pembinaan karakter anak yang mengirim pelajar ke barak militer.
Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak, Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan kebijakan yang merupakan bentuk inovasi pemerintah daerah tersebut perlu dikawal bersama serta dilihat dalam kerangka perlindungan anak yang menyeluruh dan berbasis hak anak.
Baca Juga: Minat Ranjungan di Pasar Ekspor Tinggi, Ini Solusi KKP Cegah Penangkapan Berlebihan
Dirinya menyampaikannya dalam Media Talk: “Menguatkan Komitmen Pendidikan Ramah Anak: Sinergi Kebijakan Daerah dan Nasional”, di Jakarta.
“Kebijakan ini harus kita kawal bersama-sama dan menjadi pembelajaran bagi kita semua dalam upaya memberikan pelindungan pada anak. Semua pihak, baik itu negara, orang tua, dan yang lainnya harus memastikan hak-hak anak terpenuhi, yaitu hak sipil, hak pengasuhan, hak pendidikan dan pemanfaatan waktu luang, hingga hak kesehatan dan kesejahterannya. Maka semua stakeholder yang terkait dengan kondisi anak harus bertanggung jawab,” ujar Pribudiarta, dikutip dari siaran pers KemenPPPA, Rabu (14/5).
Menurut Pribudiarta, pendekatan yang dilakukan di Purwakarta, Jawa Barat—di mana anak-anak mengikuti pelatihan karakter dalam sistem barak dan orang tua mendapatkan edukasi pengasuhan—merupakan upaya penanganan terhadap anak-anak dalam kategori “wilayah sekunder”, yaitu, anak-anak yang telah menunjukkan gejala permasalahan, tetapi belum terlibat secara langsung dalam sistem peradilan atau anak yang berhadapan/berkonflik dengan hukum.
Lebih lanjut, Pribudiarta mengatakan, setiap anak memiliki kebutuhan unik, sehingga pendekatan yang dilakukan perlu disesuaikan berdasarkan asesmen individual.
Selain itu, penguatan kapasitas orang tua juga menjadi kunci agar proses reintegrasi anak ke lingkungan keluarga dapat berlangsung secara positif dan berkelanjutan.
“Kalau misalnya dalam hasil asesmen menunjukkan bahwa orang tuanya belum kompeten, maka kita harus mencari upaya, apakah harus ada pekerja sosial yang mendampingi dan sebagainya. Jadi tujuannya adalah demi kepentingan dari terbaik anak. Menangani 200 anak berarti harus ada 200 jenis metode yang dilakukan untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap karakter anak,” jelas Pribudiarta.
Selain itu, Pribudiarta menggarisbawahi pentingnya penempatan tanggung jawab perlindungan anak di tingkat pimpinan daerah, bukan hanya di lingkup dinas pengampu isu PPPA.
Menurut Pribudiarta, isu perlindungan dan pemenuhan hak anak merupakan isu lintas sektor yang harus ditangani secara kolaboratif oleh seluruh perangkat daerah.
“Kami mengharapkan ini menjadi sistem perlindungan anak. Bukan pendekatan jangka pendek dan terpisah-pisah, tapi proses jangka panjang yang kemudian memberikan perubahan,” tegasnya.
Staf Khusus Menteri Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Zahrotun Nihayah mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta mengawal proses implementasi kebijakan ini dalam upaya melindungi dan memenuhi hak anak.
Nihayah juga menekankan pentingnya peran seluruh pemangku kebijakan, termasuk masyarakat dalam mendampingi setiap tahap pelaksanaan agar kebijakan tersebut benar-benar efektif dalam mengatasi permasalahan yang dialami oleh anak dan remaja.
“Mari kita kawal dan dampingi bersama-sama. Kalau itu menjadi best practices mungkin bisa direplikasi, tapi kalau masih ada beberapa hal perlu penyempurnaan, mari kita perbaiki bersama," ujar Nihayah.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Barat, Siska Gerfianti menyebutkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) serta Open Data Jawa Barat, tercatat jumlah kasus kenakalan remaja di Jawa Barat mengalami tren penurunan dalam tiga tahun terakhir, yaitu 12.345 kasus pada 2020, 11.567 kasus pada 2021, dan kembali turun menjadi 10.890 kasus pada 2022.
“Memang ada penurunan jumlah kasus antara 2020 sampai dengan 2022 sebesar 12,05 persen. Namun, penurunan ini masih belum cukup signifikan. Kenakalan remaja di Jawa Barat ini merupakan masalah sosial yang kompleks dan membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak. Ini harus menjadi perhatian serius karena berdampak pada generasi muda dan stabilitas sosial. Diperlukan pendekatan yang komprehensif termasuk penerapan kebijakan yang lebih efektif sehingga kita perlu ada solusi yang potensial,” ujar Siska.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Advertisement