Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Transmisi Pembangkit Fosil vs EBT: Jauh di Mata, Berat di Investasi

Transmisi Pembangkit Fosil vs EBT: Jauh di Mata, Berat di Investasi Kredit Foto: PLN
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT PLN (Persero) menegaskan bahwa pembangunan jaringan transmisi menjadi kunci keberhasilan transisi energi dari fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT). Namun, tantangan besar menghadang, mulai dari mismatch lokasi pembangkit dan beban, hingga minimnya minat investor karena rendahnya tingkat pengembalian investasi.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan bahwa pembangkit berbasis fosil seperti batu bara atau gas selama ini bisa dibangun dekat pusat permintaan listrik sehingga hanya memerlukan jaringan transmisi pendek. Sebaliknya, pembangkit EBT, seperti tenaga air dan panas bumi, bergantung pada potensi alam yang umumnya berada di wilayah terpencil.

"Pada saat pembangunan berbasis fossil fuel, transmisinya pendek karena lokasi pembangkitnya sudah dekat dengan pusat permintaan. Namun, ketika kita berbicara tentang transisi energi, kita harus menghadapi kondisi adanya mismatch," ujar Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu (14/5/2025).

Baca Juga: Pengeboran Geotermal Gagal 60%, PLN Optimis Capai Target Tambahan 5,1 GW

Mismatch ini memaksa PLN untuk membangun jaringan transmisi panjang yang dapat menghubungkan potensi EBT dari daerah terpencil ke pusat-pusat beban. Hingga 2040, kebutuhan jaringan transmisi diperkirakan mencapai 63 ribu kilometer sirkit, atau lebih dari satu kali keliling bumi. Sementara hingga 2034, jaringan yang akan dibangun mencapai 48 ribu kilometer sirkit.

Pembangunan infrastruktur ini membutuhkan investasi jumbo, yakni lebih dari Rp300 triliun. Namun, minat investor dinilai masih rendah. Darmawan mengungkapkan bahwa rate of return atau tingkat pengembalian dari proyek transmisi EBT hanya sekitar 2%, sementara cost of fund atau biaya pendanaan berada di kisaran 8–9%.

Baca Juga: PLN Targetkan Akses 5,1 GW Pembangkit Panas Bumi hingga 2034

“Karena itu, memang diperlukan dukungan dari pemerintah untuk mendorong investasi di proyek-proyek transmisi yang menghubungkan seluruh pulau dan daerah terpencil di Indonesia,” ujar Darmawan.

Meski menghadapi tantangan besar, PLN tetap optimistis. Jika Green Enabling Supergrid dapat terbangun, kapasitas terpasang pembangkit hidro dan panas bumi diperkirakan meningkat signifikan, dari 16 gigawatt menjadi 33 gigawatt.

“Baik hidro maupun geotermal yang saat ini berada di lokasi terpencil dan belum terhubung dengan jaringan transmisi, nantinya dapat tersambung. Maka kapasitas pembangkit bisa meningkat lebih dari dua kali lipat,” tutup Darmawan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: