- Home
- /
- EkBis
- /
- Transportasi
Cerita Tony Fernandes Menyelamatkan Maskapai AirAsia hingga Sukses Merajai Asia
Kredit Foto: Antara/Irwansyah Putra
AirAsia adalah nama yang tidak asing lagi bagi para pelancong Asia Tenggara, terutama mereka yang mengandalkan penerbangan berbiaya rendah. Di balik kesuksesan maskapai ini, terdapat kisah inspiratif seorang pria bernama Anthony Francis Fernandes, atau lebih dikenal dengan Tony Fernandes.
Lahir di Kuala Lumpur pada 30 April 1964 dari ayah keturunan India-Goa dan ibu berdarah campuran Tamil dan Kristang asal Malaysia, Tony tumbuh dalam keluarga yang menjunjung tinggi pendidikan. Meski demikian, ia lebih tertarik pada dunia bisnis dibanding mengikuti jejak sang ayah sebagai dokter.
Sejak kecil, Tony sudah menunjukkan ketertarikan pada jual beli, membantu ibunya menjual produk rumah tangga seperti Tupperware. Sosok sang ibu, Ena Dorothy Fernandes, yang memulai karier sebagai guru musik dan berhasil menjadi pemimpin di perusahaan Tupperware Malaysia, sangat memengaruhinya.
Tony menempuh pendidikan di Epsom College, Inggris, lalu melanjutkan ke London School of Economics dan lulus sebagai sarjana akuntansi pada 1987. Saat kuliah pun ia tidak segan bekerja sebagai pelayan restoran untuk mencukupi kebutuhan.
Karier profesionalnya dimulai di Virgin Group milik Richard Branson, tempat ia menjadi auditor dan kemudian kepala keuangan divisi komunikasi. Kariernya terus melesat hingga menjadi Wakil Presiden Regional di Warner Music Asia Tenggara. Di sana, Tony membawa banyak artis internasional ke Asia dan memperluas pengaruh industri musik di kawasan tersebut.
Namun, perubahan besar terjadi ketika industri musik mulai lesu akibat pembajakan. Pada 2001, ia berhenti dari Warner Music setelah merger dengan AOL, dan mulai mencari peluang baru.
Baca Juga: Dukung Pemulihan Ekonomi, AirAsia Ekspansi ke Timur
Ketika banyak yang takut berinvestasi pasca tragedi 11 September 2001, Tony justru melihat peluang di dunia penerbangan. Ia membeli maskapai milik pemerintah Malaysia yang nyaris bangkrut, AirAsia, seharga hanya 1 ringgit Malaysia (sekitar Rp3.500), meski maskapai tersebut menanggung utang hingga US$11 juta dan hanya memiliki dua pesawat tua.
Bersama rekannya Kamarudin Meranun, ia membentuk ulang model bisnis AirAsia menjadi maskapai berbiaya rendah, terinspirasi dari Ryanair dan Southwest Airlines. Slogannya sederhana namun kuat, "Now Everyone Can Fly", menandakan misinya untuk membuat penerbangan tidak lagi mewah.
Ia memangkas biaya dengan hanya menggunakan satu jenis pesawat, memaksimalkan pemesanan online, dan menghilangkan layanan tambahan yang tidak penting. Dalam waktu kurang dari setahun, AirAsia melunasi utangnya dan mulai mencetak keuntungan. Pada 2004, AirAsia resmi melantai di bursa saham.
Keberhasilan AirAsia tidak membuat Tony berhenti. Ia mendirikan Tune Group yang membawahi bisnis lain seperti Tune Hotels, Tune Money, Tune Talk, dan bahkan klub sepak bola Queens Park Rangers (QPR) di Inggris. Ia juga membentuk AirAsia X untuk penerbangan jarak jauh dan RedBeat Ventures yang bergerak di sektor startup digital.
Bisnisnya terus berkembang. Di bawah payung Capital A Berhad, Tony menandatangani kontrak baru sebagai CEO hingga 2029. Ia juga menjadi penasihat strategis bagi grup penerbangan AirAsia. Pada 2024, Capital A melakukan konsolidasi maskapai menjadi AirAsia Group, dan fokus pada empat lini utama: penerbangan, logistik (Teleport), layanan digital (airasia MOVE), dan ekspansi internasional.
AirAsia MOVE, sebagai wajah baru superapp mereka, bahkan meluncurkan ASEAN Explorer Pass, memperkuat posisi AirAsia sebagai penghubung utama negara-negara Asia Tenggara.
Baca Juga: AirAsia Ledakkan Akses Udara! Palembang & Semarang Jadi Gerbang Baru Ekonomi RI-Malaysia
Tony Fernandes tidak hanya dikenal sebagai pebisnis ulung, tetapi juga sebagai pemimpin yang berani dan vokal. Ia sering menyuarakan isu-isu penting, termasuk harga avtur di Indonesia yang disebutnya sebagai yang tertinggi di ASEAN—hal yang dinilainya menghambat pertumbuhan maskapai murah di kawasan ini.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Tony tetap teguh pada prinsip awalnya, yaitu membuat penerbangan terjangkau dan inklusif.
Menurut Forbes, pada 2020 kekayaannya mencapai sekitar US$355 juta (Rp5,5 triliun), dan pada 2024 ia tercatat sebagai orang terkaya ke-41 di Malaysia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement