Jamin Kehidupan Layak di Masa Tua, Kemenaker Dorong Pemberi Kerja Patuhi Regulasi Program Pensiun

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan bahwa Program Jaminan Pensiun (JP) memiliki peran penting dalam menjamin kehidupan yang layak bagi para pekerja di masa tua, terutama bagi pekerja rentan.
"Program Jaminan Pensiun memiliki peranan vital dalam kesejahteraan sosial yang bertujuan untuk menjamin derajat dan penghidupan yang layak pekerja di masa tua," ujar Direktur Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Decky Haedar Ulum dilansir dari ANTARA, Senin.
Ia juga menambahkan bahwa Kemnaker terus mendorong kepatuhan para pemberi kerja untuk mendaftarkan pekerjanya dalam Program Jaminan Pensiun sesuai regulasi yang berlaku.
"Untuk itu Kementerian Ketenagakerjaan mendorong kepatuhan para pemberi kerja agar mengikutsertakan pekerjanya pada Program Jaminan Pensiun sesuai dengan ketentuan," tambahnya.
Baca Juga: Tingkatkan Layanan Perwakafan, Kemenag RI Gelar Uji Coba Modul Wakaf di Aceh
Meskipun demikian, Decky mengakui adanya sejumlah persoalan yang masih menghambat perluasan cakupan program jaminan sosial ini. Salah satunya adalah segmentasi kepesertaan yang saat ini masih terbatas, di mana kepesertaan bersifat wajib hanya bagi perusahaan skala menengah dan besar. Sementara itu, perusahaan kecil masih bersifat sukarela dan pekerja bukan penerima upah belum dapat mengakses program ini.
Ia mengungkapkan bahwa masih banyak pemberi kerja, khususnya di sektor usaha menengah dan besar, yang belum mendaftarkan pekerjanya karena belum memahami pentingnya perlindungan hari tua bagi tenaga kerja mereka. Bahkan, beberapa di antaranya memandang keikutsertaan dalam Program JP sebagai beban, sehingga pekerja hanya memperoleh perlindungan sosial secara parsial.
Selain itu, Decky menyampaikan bahwa masih ada segmen pekerja rentan, terutama yang termasuk dalam kategori bukan penerima upah, yang belum memiliki akses terhadap Jaminan Pensiun. Walaupun mereka dapat mengikuti Program Jaminan Hari Tua secara sukarela, perlindungan ini berbeda dengan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian yang bersifat wajib.
Ia menegaskan pentingnya peningkatan literasi dan pemahaman mengenai pentingnya perencanaan masa tua, khususnya bagi pekerja bukan penerima upah.
"Upaya tersebut tentunya tidak hanya dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan maupun BPJS Ketenagakerjaan, melainkan dengan dukungan serta kolaborasi semua pemangku kepentingan, baik pada tingkat pusat maupun tingkat daerah," tuturnya.
Dalam pernyataan terpisah, Deputi Direktur The PRAKARSA sekaligus peneliti, Victoria Fanggidae, menyoroti urgensi Program Jaminan Pensiun dalam menciptakan kehidupan layak bagi pekerja lanjut usia. Ia mengingatkan bahwa banyak pekerja tidak memiliki tabungan atau aset memadai untuk menopang kehidupan setelah pensiun.
Hal ini, lanjutnya, menimbulkan kerentanan karena mereka menjadi tergantung pada anak atau keluarga, dan berisiko mengalami kemiskinan di usia tua. Ia menambahkan bahwa program ini belum inklusif karena saat ini hanya dapat diikuti oleh pekerja formal atau penerima upah, sedangkan sebagian besar angkatan kerja di Indonesia merupakan pekerja bukan penerima upah.
Victoria mendorong agar aspek legalitas ditinjau untuk memperluas cakupan Program Jaminan Pensiun. "Masalah legalitas perlu disesuaikan, apakah itu revisi terhadap UU No.40/2004 tentang SJSN, atau PP No.45/2015 tentang Penyelenggaraan JP, sehingga legal bagi pekerja non PPU untuk mengikuti JP. Kedua, jika masalah legalitas sudah diselesaikan, outreach kepada pekerja rentan non PPU harus lebih intens agar mereka mengetahui keberadaan JP dan tertarik," jelasnya.
Ia merujuk pada riset The PRAKARSA tahun 2024 yang menemukan bahwa banyak pekerja informal sebenarnya berminat mengikuti Program JP, namun belum mengetahui cara untuk mengaksesnya.
"Skema JP juga perlu dibuat lebih fleksibel bagi mereka yang berpenghasilan kecil dan tidak tetap agar dapat tetap mengiur sesuai kemampuan mereka. Begitu juga masalah portabilitas yang perlu dijawab, dimana skema yang dibuat harus fleksibel dan tetap dapat diakses walaupun pekerja berganti-ganti status pekerjaan," katanya.
Victoria juga menekankan perlunya pemerintah mempertimbangkan skema bantuan iuran atau Penerima Bantuan Iuran (PBI) untuk pensiun, sebagaimana diterapkan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Menurut data BPJS Ketenagakerjaan, hingga Mei 2025 tercatat sebanyak 15.067.370 pekerja telah menjadi peserta Program Jaminan Pensiun. Program ini, yang resmi berusia sepuluh tahun pada 1 Juli 2025, dirancang untuk memberikan perlindungan dan jaminan kesejahteraan bagi para pekerja di masa pensiun, agar mereka dapat menikmati hidup yang layak tanpa kekhawatiran finansial.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Advertisement