Masuk Tahap Mediasi, Gugatan Wanprestasi PT Bara Asia Contractor Terus Berlanjut ke Meja Hijau
Kredit Foto: Istimewa
Sidang gugatan wanprestasi PT Bara Asia Contractor terhadap PT Ratu Mega Indonesia, Komisaris Vie Santi Binti Harun, dan Direktur Utama Abdul Haris, memasuki proses mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Selasa (8/7).
Tujuan utama gugatan wanprestasi ini menuntut pemenuhan kewajiban pengembalian dana investasi sebesar US$500 ribu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
"Tujuan utama kami mengajukan gugatan ini adalah untuk memastikan PT Ratu Mega Indonesia memenuhi komitmen yang telah mereka sepakati dalam SPKMGR. Jangka waktu yang disepakati telah terlampaui, dan berdasarkan kondisi yang tertuang dalam perjanjian, kewajiban pengembalian dana seharusnya telah dilaksanakan,” kata Direktur Utama PT Bara Asia Contractor, Rodliyah Muzdalifah.
Baca Juga: PT Bara Asia Contractor Gugat Publik Figur Malaysia Terkait Dugaan Wanprestasi
Gugatan ini didasarkan pada Surat Pernyataan Kesediaan Membayar Ganti Rugi (SPKMGR) Nomor 1 Tahun 2024 yang ditandatangani pada 8 Oktober 2024.
Dalam perjanjian tersebut, PT Ratu Mega Indonesia (sebagai INVESTEE) menyatakan kesediaannya untuk membayar ganti rugi kepada PT Bara Asia Contractor (sebagai investor) jika operasional usaha dan penjualan pasir kuarsa (silika) tidak mencapai 300 ribu ton dalam kurun waktu 180 hari, terhitung sejak 8 Oktober 2024 hingga 9 April 2025.
Lebih lanjut, kuasa hukum penggugat menambahkan, pada 16 April 2025 pihaknya menerima surat persetujuan dari PT Ratu Mega Indonesia untuk mengembalikan dana US$500 ribu tersebut selambat-lambatnya sebelum akhir April 2025. Namun, hingga saat ini realisasi pembayaran belum diterima.
“Ini menunjukkan adanya indikasi wanprestasi yang berkelanjutan. Harapan kami agar pihak PT Ratu Mega Indonesia, Datin Vie Santie Binti Harun dan Abdul Haris menunjukan itikad baik untuk segera menyelesaikan kasus ini. Tanpa menunda atau menjajikan hal-hal yang tidak pernah terwujud,” kata kuasa hokum penggugat, Hasudungan Manurung.
Gugatan ini tidak hanya menuntut pengembalian pokok dana investasi sebesar US$500 ribu, tetapi juga mencakup penggantian biaya-biaya yang timbul akibat upaya penagihan dan penggunaan jasa penasihat hukum.
“Kami juga memohon kepada Majelis Hakim untuk meletakkan sita jaminan atas aset-aset terkait serta penetapan uang paksa (dwangsom) guna memastikan kepatuhan para tergugat terhadap putusan pengadilan,” tegas dia.
"Kami berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan ini sesuai koridor hukum yang berlaku dan berharap agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dapat memberikan keadilan dan perlindungan hukum bagi hak-hak klien kami," tutup Hasudungan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait:
Advertisement