- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Industri Dominasi Permintaan Energi, Capai 45,94% dari Konsumsi Nasional
Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sektor industri menjadi pengguna energi terbesar di Indonesia dengan kontribusi mencapai 45,94% dari total permintaan energi nasional.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, mengatakan permintaan energi sektor ini juga tumbuh stabil sebesar 4,5% per tahun, seiring percepatan hilirisasi dan industrialisasi di berbagai wilayah.
Yuliot mengatakan, lonjakan konsumsi energi industri harus diantisipasi dengan percepatan produksi energi dalam negeri serta pemerataan infrastruktur energi.
Baca Juga: Dorong Pengembangan Energi Hijau, Kementerian ESDM Godok Aturan Baru untuk Mineral Ikutan
“Yang terbesar itu adalah permintaan dari industri dengan adanya hilirisasi dan juga industrialisasi, ini terjadi peningkatan demand sekitar 4,5% itu per tahun. Untuk perikatan demand di sektor energi, ini sekitar 45% dari total keseluruhan demand energi secara nasional,” ujar Yuliot di Jakarta, Selasa (8/7/2025).
Berdasarkan data Kementerian ESDM, total konsumsi energi primer Indonesia pada 2024 mencapai 1.276 juta BOE. Bauran energi nasional masih didominasi batu bara sebesar 40,37%, minyak bumi 28,82%, gas bumi 16,17%, dan energi baru terbarukan (EBT) hanya sebesar 14,65%.
“Jadi masih ada peluang untuk peningkatan cukup besar, ini sekitar 9 persen lagi yang harus kita tingkatkan bauran energi,” ujarnya.
Sementara itu, produksi energi nasional juga menghadapi tantangan besar. Penurunan produksi minyak dan gas terus terjadi, sementara konsumsi terus meningkat.
Saat ini, Indonesia hanya memproduksi sekitar 580 ribu barel minyak per hari, jauh di bawah kebutuhan nasional sebesar 1,6 juta barel per hari. Defisit ini mendorong impor minyak mentah sebesar 900 ribu hingga 1 juta barel per hari.
Untuk menekan ketergantungan impor, pemerintah menargetkan peningkatan produksi minyak hingga 1 juta barel per hari pada 2030. Berbagai strategi disiapkan, termasuk reaktivasi 4.457 sumur minyak idle, eksplorasi di wilayah timur Indonesia, serta penggunaan teknologi seperti fracking dan horizontal drilling.
Di sisi lain, subsidi energi yang terus membengkak menjadi beban fiskal negara. Pada 2024, subsidi energi mencapai Rp177,6 triliun, dan diproyeksikan naik menjadi Rp197,75 triliun pada 2025. “ Kalau ini kita bisa efisiensi, berarti untuk subsidi ini bisa kita gunakan juga untuk percepatan pembangunan infrastruktur lain,” ujar Yuliot.
Baca Juga: ESDM Usulkan Harga ICP 2026 US$60–US$80 per Barel
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% per tahun msebagaimana target Presiden, pemerintah juga menyiapkan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dalam RUPTL 2025–2034. Proyek yang disiapkan antara lain pembangkit listrik sebesar 69,5 GW, jaringan transmisi 47.758 kilometer sirkuit, dan gardu induk sebesar 107.950 MVA.
”Untuk menggerakkan pertumbuhan yang merata di seluruh daerah harus ada ketersediaan energi, jadi baik bahan bakar minyak, gas, listrik. Dengan ketersediaan energi yang cukup, maka ini seluruh potensi ekonomi yang ada di daerah itu bisa kita dorong pertumbuhannya. Jadi sehingga ini ke depan kita lebih menekankan bagaimana pemerataan ketersediaan energi di seluruh wilayah,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo
Advertisement