Kredit Foto: KLH
Pemerintah Indonesia tengah menyelesaikan tahap akhir penyusunan Second Nationally Determined Contribution (Second NDC), dokumen strategis yang akan menjadi arah kebijakan iklim nasional periode 2031–2035.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa dokumen ini harus disusun secara lebih kuat, menyeluruh, dan mencerminkan komitmen Indonesia dalam memimpin upaya pengurangan emisi karbon global.
Ia menegaskan, Second NDC bukan hanya laporan administratif, melainkan peta jalan menuju masa depan Indonesia yang bersih, hijau, dan berkelanjutan.
“Second NDC bukan sekadar laporan, tapi peta jalan yang mencerminkan kesungguhan Indonesia dalam melindungi bumi, memperkuat daya saing ekonomi, dan membangun masa depan yang lebih adil bagi seluruh rakyat,” ujar Hanif dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu (20/7/2025).
Baca Juga: Tak Miliki Izin dan Cemari Lingkungan, Pabrik Baja Ini Disanksi KLH
Hanif mengatakan, Second NDC disusun bukan semata sebagai kewajiban internasional, tetapi sebagai bentuk tanggung jawab Indonesia terhadap kelestarian bumi, kesejahteraan rakyat, dan generasi mendatang.
Dokumen ini merespons mandat global dari Conference of the Parties (COP) ke-28, terutama Decision 1/CMA.5, yang menargetkan puncak emisi gas rumah kaca global antara 2020–2025, dan penurunan emisi sebesar 43% pada 2030 serta 60% pada 2035 dengan acuan emisi tahun 2019 sebesar 1.147 juta ton CO₂e.
Untuk mencapai target tersebut, Indonesia perlu menekan emisi hingga sekitar 459 juta ton CO₂e melalui langkah terkoordinasi dan sistematis di berbagai sektor seperti energi, kehutanan, limbah, pertanian, dan kelautan.
Baca Juga: Izin Lingkungan Dicabut, KLH Tindak 21 Usaha di Kawasan Puncak
Sektor energi, yang menyumbang sekitar 55% dari total emisi nasional, menjadi fokus utama dalam transisi menuju sistem rendah karbon. Pemerintah menargetkan peningkatan bauran energi terbarukan sebesar 27–33% pada 2035 melalui efisiensi listrik dan penggunaan kendaraan listrik.
Di sektor kehutanan dan lahan, komitmen FOLU Net Sink 2030 menjadi andalan dengan target penyerapan karbon melebihi emisi, termasuk penurunan deforestasi dari 0,918 juta hektare per tahun menjadi kurang dari 0,3 juta hektare per tahun serta berbagai upaya restorasi hutan.
Transformasi besar juga akan dilakukan di sektor limbah melalui kebijakan Zero Waste Zero Emission 2050. Sektor pertanian akan menerapkan pendekatan adaptasi dan mitigasi untuk menekan emisi sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional.
Baca Juga: 4 Perusahaan Pembakar Lahan Dihukum, KLH Menang Telak
Sektor kelautan, yang kini menjadi perhatian serius, mencakup restorasi padang lamun dan terumbu karang sebagai penyerap karbon biru, serta perlindungan infrastruktur pesisir dari dampak perubahan iklim.
Untuk mendukung pelaksanaan Second NDC, pemerintah memperkuat transparansi melalui Sistem Registri Nasional (SRN), platform digital yang memungkinkan masyarakat memantau capaian kebijakan iklim di berbagai sektor. Partisipasi publik juga digencarkan lewat program kampung iklim (ProKlim), yang kini telah menjangkau lebih dari 5.000 desa dengan target mencakup 20.000 desa pada 2035.
“Perubahan iklim tidak mengenal batas wilayah atau status sosial. Kita semua terdampak, dan kita semua bisa berperan. Mari jadikan Second NDC sebagai gerakan bersama,” ujarnya.
Baca Juga: Bongkar Tambang Raja Ampat, Ini Berbagai Pelanggaran Lingkungan yang Terjadi Versi KLH
Dengan langkah sistematis, terukur, dan berpihak pada rakyat, Indonesia tak hanya memenuhi komitmen global, tapi juga membangun masa depan yang adil, hijau, dan tangguh menghadapi krisis iklim.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait:
Advertisement