Kredit Foto: Antara/Wahyu Putro A
Pengelolaan ibadah haji kembali mendapat sorotan serius. Profesor Murniati Mukhlisin, penasihat Center for Sharia Economic Development, Institute for Development of Economics and Finance (CSED-INDEF), menegaskan penyelenggaraan haji 2026 tidak boleh lagi diwarnai masalah seperti tahun lalu dan tahun ini.
Ia menekankan pemerintah, terutama Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) yang baru terbentuk, harus bekerja lebih serius agar kuota haji Indonesia tidak terancam dikurangi Arab Saudi.
“Penyelenggaraan ibadah haji tahun depan, tahun 2026, tidak bisa lagi main-main, tidak bisa lagi bercanda. Pemerintah, apalagi sekarang sudah terbentuk Badan Penyelenggara Haji, harus benar-benar serius. Jika hal ini tetap dilakukan, dampaknya bisa-bisa kuota haji Indonesia akan dikurangi oleh Pemerintah Arab Saudi,” ujar Prof. Murniati, Selasa (19/8/2025).
Menurutnya, penentuan kuota haji sangat bergantung pada kemampuan negosiasi pemerintah. Ia menilai pembatalan kuota haji Furoda bagi jemaah Indonesia dapat dianggap sebagai kegagalan diplomasi.
Baca Juga: Kuota Haji 2025 Ditentukan, Peran Pemerintah dan Swasta Diungkap
“Kuncinya memang terletak pada kemampuan negosiasi, terutama untuk haji dan umrahnya harus lebih kuat. Dengan adanya BP Haji, ada harapan besar bahwa tingkat negosiasi haji dan umrah akan menjadi lebih baik lagi,” katanya.
Selain kuota, Prof. Murniati menyoroti tata kelola dana haji dan umrah. Ia menilai akuntabilitas dan transparansi masih lemah, padahal dana tersebut adalah milik jutaan rakyat Muslim.
“Selama ini, informasi yang diberikan kepada publik bersifat terbatas dan teknokratik, sulit dipahami oleh masyarakat awam. Padahal dana haji bukan milik negara ataupun lembaga, melainkan milik jutaan rakyat Muslim yang mempercayakan pengelolaannya dengan penuh harap dan iman. Keterbukaan informasi menjadi pilar penting dalam membangun kepercayaan dan legitimasi,” tegasnya.
Hingga 2025, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengelola dana haji senilai Rp188,86 triliun. Dana ini menjadi penopang sekitar 4,2 juta pekerja di sektor haji dan umrah, mulai dari biro perjalanan, katering, logistik, hingga UMKM.
Baca Juga: MUI Dorong Penguatan BPKH, Sebut Dana Haji Perlu Dikelola Terpisah
Namun, mayoritas dana masih ditempatkan di instrumen konservatif seperti deposito syariah dengan imbal hasil rendah, sementara defisit pembiayaan operasional haji pada 2024 mencapai Rp7,5 triliun.
CSED-INDEF menilai lemahnya koordinasi kelembagaan juga menjadi kendala. Tumpang tindih peran antara Kementerian Agama, BPKH, dan operator haji dinilai menghambat efektivitas tata kelola. Lebih jauh, ketiadaan roadmapnasional haji dan umrah hingga 2045 disebut membuat arah pengelolaan dana dan layanan tidak terintegrasi.
“Kami merekomendasikan agar pemerintah segera membentuk lembaga setingkat kementerian yang mengintegrasikan kebijakan regulasi, pelayanan, dan pengelolaan dana haji. Selain itu, investasi dana haji perlu diarahkan ke sektor riil yang berdampak tinggi, seperti real estat halal, rumah sakit syariah, dan energi bersih,” pungkas Prof. Murniati.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement