- Home
- /
- EkBis
- /
- Transportasi
Zaman Ini, Ketergantungan Kendaraan Pribadi Bikin Produktivitas Terhambat?
Kredit Foto: Andi Hidayat
Hari Perhubungan Nasional (Harhubnas) 2025 yang jatuh pada tanggal 17 September kemarin diperingati dengan tema “Bakti Transportasi untuk Negeri”.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan angkutan umum semakin terpinggirkan, membuat masyarakat bergantung pada kendaraan pribadi, terutama sepeda motor. Kondisi ini berdampak langsung pada produktivitas masyarakat.
Merujuk pada data, Jakarta yang memiliki jaringan TransJakarta, MRT, LRT, dan Jaklingko, pada 2024 hanya mencatat tingkat penggunaan angkutan umum sekitar 18,86 persen.
Angka itu berarti lebih dari 80 persen perjalanan harian warga masih ditopang kendaraan pribadi. Situasi serupa juga terjadi di daerah lain, bahkan dengan tingkat penggunaan angkutan umum yang lebih rendah.
Baca Juga: Pengamat Anggap Stimulus Relevan untuk Pengemudi Transportasi
“Ketergantungan pada kendaraan pribadi menggerus efisiensi dan produktivitas. Warga terjebak macet berjam-jam, biaya transportasi meningkat, dan energi yang seharusnya dipakai untuk bekerja justru habis di jalan,” kata Muhamad Akbar, Pemerhati Transportasi pada Jumat (19/9/2025).
Fenomena ini semakin terasa di kota-kota besar di luar Jakarta. Di Bandung, armada angkot terus menyusut dan kebanyakan sudah berusia tua.
Di Semarang, meski BRT beroperasi sejak 2009, jumlah penumpang masih kecil dibanding kebutuhan mobilitas harian. Sementara di Palembang, LRT yang dibangun sejak Asian Games 2018 hanya mengangkut belasan ribu penumpang per hari, jauh dari kapasitas yang tersedia.
Kondisi tidak jauh berbeda terlihat di Makassar. BRT Trans Mamminasata sempat terhenti operasionalnya karena subsidi pusat dihentikan.
Baca Juga: Dari Korea hingga Eropa, Ternyata Begini Ekosistem Transportasi Online Global!
Meski kini sebagian koridor berjalan kembali lewat program Bus Trans Sulsel, layanan masih terbatas dan belum mampu menarik minat besar masyarakat.
Menurut Akbar, situasi ini menandakan adanya lingkaran masalah. Layanan publik yang buruk mendorong masyarakat enggan menggunakan angkutan umum. Akibatnya, operator kekurangan pendapatan, armada semakin menua, dan kualitas layanan menurun.
“Tanpa langkah serius untuk menghidupkan kembali angkutan umum, produktivitas ekonomi nasional akan terus tersandera oleh kemacetan dan biaya transportasi yang tinggi,” tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement