- Home
- /
- EkBis
- /
- Agribisnis
Indonesia Pamer Inovasi Bawang Merah dari Biji, Delegasi 20 Negara Belajar di Rumah Bawang Ewindo
Kredit Foto: Ewindo
Di tengah krisis pangan global, Indonesia menunjukkan potensi sebagai lumbung pangan dunia melalui inovasi hortikultura. Hal itu terlihat saat 80 delegasi internasional dari 20 negara mengunjungi Rumah Bawang PT East West Seed Indonesia (EWINDO) di Cimaung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (18/9/2025).
Kunjungan ini menjadi bagian dari rangkaian International Symposium on Edible Alliums IX yang digelar IPB University bersama International Society for Horticultural Science (ISHS). Delegasi yang hadir berasal dari Jepang, Korea Selatan, Prancis, Amerika Serikat, Norwegia, Belanda, India, Filipina, hingga Italia.
Mereka datang untuk mempelajari langsung inovasi True Shallot Seed (TSS) atau budidaya bawang merah dari biji, terobosan yang dikembangkan EWINDO untuk menjawab berbagai persoalan petani sekaligus memperkuat daya saing sektor pertanian Indonesia.
Baca Juga: Benih Panah Merah Tembus Tiga Penghargaan SPEx2, Bukti Ketangguhan Inovasi Agribisnis EWINDO
Bawang merah merupakan komoditas strategis nasional karena menjadi salah satu penentu inflasi pangan. Namun, produktivitas rata-rata masih berkisar 8–11 ton per hektare akibat keterbatasan bibit umbi, kualitas tidak seragam, hingga kerentanan penyakit.
Teknologi TSS menjawab masalah itu. Uji lapangan menunjukkan produktivitas bisa meningkat hingga lebih dari 25 ton per hektare, dengan kualitas seragam dan lebih tahan penyakit.
“Inovasi ini memberikan hasil sangat signifikan. Petani tidak hanya memperoleh panen lebih tinggi, tetapi juga lebih stabil. Dari sisi distribusi, benih dalam bentuk biji lebih mudah didistribusikan dan disimpan, bahkan menjangkau wilayah yang sulit dijangkau pasokan umbi,” ujar Glenn Pardede, Managing Director EWINDO.
Dari sisi ekonomi, TSS mampu menekan biaya bibit. Jika metode tradisional membutuhkan 1,5–2 ton umbi bibit per hektare senilai Rp40–60 juta, dengan TSS hanya diperlukan 3–4 kg biji per hektare dengan biaya Rp12–16 juta. Efisiensi biaya produksi mencapai 25–50 persen, memberi ruang bagi petani untuk meningkatkan investasi pada pupuk, teknologi irigasi, atau tabungan keluarga.
Petani lokal merasakan langsung dampaknya. “Dengan menanam bawang merah dari biji, hasil panen lebih banyak, umbinya seragam, dan harga jual lebih bagus. Keuntungan saya bisa naik hampir dua kali lipat dibanding sebelumnya,” kata Tono Suwarna, petani asal Cimaung.
Baca Juga: Mentan Andi Amran Sulaiman Serahkan Traktor untuk Fakultas Teknologi Pertanian Unhas
Rumah Bawang EWINDO menjadi panggung praktik budidaya TSS bagi delegasi internasional. Di lahan seluas 1 hektare, peserta melihat langsung tahap penyemaian, perawatan, hingga panen, serta berdialog dengan petani.
“Kami terkesan melihat bagaimana inovasi True Shallot Seed ini dapat mengubah kehidupan petani. Ini merupakan pengalaman belajar berharga bagi negara kami, sekaligus kontribusi penting Indonesia bagi kemajuan sektor hortikultura,” ujar Prof. Ferdinando Branca, Chair ISHS Division of Vegetables, Roots and Tubers, University of Catania, Italia.
Kunjungan delegasi dari 20 negara ini memperlihatkan pengakuan internasional terhadap kontribusi Indonesia dalam menjawab tantangan pangan global. Melalui TSS, Indonesia tidak hanya memperkuat daya saing hortikultura, tetapi juga membuka peluang peran lebih besar dalam percaturan pangan dunia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement