Kredit Foto: Uswah Hasanah
Rencana penyesuaian aturan free float saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi 10% dinilai dapat memperkuat likuiditas pasar dan meningkatkan kepercayaan investor global. Kebijakan tersebut saat ini masih dalam tahap pembahasan antara regulator, asosiasi, dan pelaku pasar
Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menilai Indonesia masih tertinggal dibanding bursa regional dalam penerapan porsi saham publik (free float). Dengan kenaikan porsi, saham dinilai akan lebih mudah diperdagangkan, sekaligus memberi ruang bagi investor dengan dana besar.
“Kalau liquidity lebih besar, investor global juga lebih nyaman. Saat mereka masuk, jangan sampai kesulitan keluar karena pasar terlalu kecil. Dengan porsi free float yang lebih besar, mekanisme jual-beli menjadi lebih sehat,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Gilman Nugraha di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (23/9/2025).
Baca Juga: Free Float Barito Renewables Bertambah, Green Era Lepas 39,6 Juta Saham
Rencana kebijakan ini juga disebut akan memiliki masa transisi sebelum efektif berlaku. Selama periode tersebut, emiten yang belum memenuhi persyaratan diberi waktu untuk menyesuaikan struktur kepemilikan sahamnya.
Namun, asosiasi mencatat tidak semua perusahaan dapat langsung memenuhi ambang batas free float. Jika porsi dinaikkan ke 10%, sebagian emiten dikhawatirkan kesulitan melepas saham tambahan ke publik. Untuk itu, dibutuhkan pembahasan lanjutan terkait dampak, opsi penyesuaian, hingga mekanisme transisi.
“Setiap kebijakan pasti ada masa inkubasi. Tujuannya meningkatkan likuiditas dan trust ke pasar, tapi dampaknya ke emiten kecil juga perlu dipikirkan. Jadi harus ada jalan keluar yang adil,” tambahnya.
Baca Juga: Penuhi Regulasi, Bank Maspion (BMAS) Klaim Free Float Capai 10,52%
Sebelumnya, regulator juga menegaskan pengawasan terhadap pergerakan harga saham tetap dilakukan melalui mekanisme Unusual Market Activity (UMA), suspensi perdagangan, maupun penerbitan surat edaran. Hal ini untuk mengantisipasi lonjakan harga tidak wajar, termasuk pada saham dengan struktur kepemilikan terbatas.
Diskusi mengenai perubahan aturan free float dijadwalkan melibatkan asosiasi, otoritas pasar modal, dan pemangku kepentingan lain. Gilman menegaskan bahwa mekanisme konsultasi publik dan focus group discussion (FGD) akan dilaksanakan sebelum kebijakan final ditetapkan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement