Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Wamenhan Peringatkan Perang Narasi Asing, Industri Sawit dan Tembakau Jadi Sasaran Utama

Wamenhan Peringatkan Perang Narasi Asing, Industri Sawit dan Tembakau Jadi Sasaran Utama Kredit Foto: Antara/Irfan Anshori
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ancaman intervensi asing terhadap kedaulatan ekonomi Indonesia kian terasa nyata. Para tokoh dan pakar pertahanan menilai, ada strategi sistematis yang dimainkan pihak luar untuk melemahkan industri strategis nasional. Sektor-sektor penting seperti tembakau dan kelapa sawit disebut menjadi sasaran utama melalui serangan perang narasi hingga infiltrasi kebijakan.

Wakil Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Donny Ermawan, menegaskan bahwa ancaman terhadap kedaulatan negara kini tidak lagi hadir dalam bentuk konvensional. Menurutnya, taktik modern yang digunakan adalah Narrative and Legal Warfare (NLW), yakni perang memanfaatkan opini publik dan perangkat hukum untuk menekan kepentingan nasional.

"Tujuan dari dua bentuk perang tersebut jelas, memengaruhi opini publik, memanipulasi persepsi, menciptakan polarisasi, hingga mencapai tujuan strategis tertentu yang merugikan kepentingan nasional," ujarnya dalam Dialog Publik bertajuk “Defence Intellectual Community: Memperkokoh Narasi dan Tatanan Negara untuk Kedaulatan dan Kesejahteraan Bangsa”, Rabu, 24 September 2025.

 Baca Juga: Tenaga Kerja Terancam, Hati-hati Naikkan Cukai Tembakau

Donny menegaskan bahwa sektor perkebunan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 menjadi salah satu sasaran utama intervensi asing. Ia menjelaskan bahwa sektor ini memiliki peran krusial bagi perekonomian nasional, bukan hanya sebagai sumber utama pendapatan negara, tetapi juga sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang. Komoditas yang termasuk di dalamnya antara lain kelapa sawit, karet, kakao, kopi, tebu, tembakau, dan berbagai hasil perkebunan lainnya.

Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Satya Arinanto menyoroti peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang kerap dimanfaatkan sebagai alat intervensi asing. "Saya pernah memposisikan bahwa LSM itu bisa menjadi pilar demokrasi. Tapi LSM yang saya inginkan itu adalah LSM yang mandiri," tegasnya.

Ia menyayangkan banyak LSM yang tidak independen, melainkan digerakkan oleh pendanaan dan agenda luar negeri, sehingga sering kali bertentangan dengan kepentingan nasional.

Senada, Prof. Hikmahanto Juwana, Guru Besar FHUI mengungkapkan bahwa proksi asing bahkan bisa menyusup ke dalam pemerintahan untuk menekan industri strategis nasional. Ia mencontohkan pelemahan industri tembakau melalui perjanjian internasional dan kampanye negatif, termasuk dugaan masuknya agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) secara tidak langsung dalam kebijakan Kementerian Kesehatan.

"Mereka menggunakan proksi. Proksinya siapa? Kementerian kita sendiri," tegas Hikmahanto. Padahal, industri tembakau dan kelapa sawit memiliki peran vital dalam penyerapan tenaga kerja dan kontribusi besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Wakil Ketua Komisi I DPR RI dan Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Pertahanan RI, Dr. Dave Laksono menyoroti penggunaan perang narasi melalui kanal komunikasi modern yang memanfaatkan isu global untuk melemahkan posisi Indonesia. "Narasi negatif seringkali diciptakan untuk memecah belah. Kekuatan media dan narasi ini digunakan untuk menyerang lawan-lawan, baik di tingkat domestik maupun global," jelasnya.

Baca Juga: Produksi Rokok dan Penerimaan Cukai Anjlok, Industri Tembakau Tertekan

Dari perspektif ekonomi pertanian, Prof. Bungaran Saragih, Guru Besar IPB University memberikan peringatan serius terhadap keberlangsungan sektor pertanian dari hulu hingga hilir. Ia menekankan bahwa sektor agribisnis merupakan satu ekosistem yang tidak dapat dipisahkan. Jika salah satu bagian dilemahkan, maka ketahanan pangan dan kedaulatan ekonomi nasional terancam.

"Tanpa ketahanan pangan, kita tidak punya kedaulatan. Kalau kita tidak mau berdaulat, maka 5–10 tahun yang akan datang, sistem pertahanan kita harus diubah," imbuhnya.

Baca Juga: Workshop Penguatan Kelembagaan: Mendukung Program Pengembangan Perkebunan Kelapa di Pati Dorong Peremajaan dan Mekanisasi

Baca Juga: Kelapa Sawit sebagai Tanaman Penyerap Karbon Terbaik di Dunia

Bungaran juga mengingatkan bahwa tanpa proteksi serius terhadap sektor hilir seperti tembakau dan sawit, Indonesia berisiko mengalami deindustrialisasi dan stagnasi ekonomi di angka 5%, jauh dari target pemerintah sebesar 8%.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: