Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bahlil Sindir AS: Dulu Gagas Paris Agreement, Kini Malah Keluar

Bahlil Sindir AS: Dulu Gagas Paris Agreement, Kini Malah Keluar Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengkritik inkonsistensi negara-negara maju dalam menjaga komitmen terhadap Paris Agreement. Ia menyoroti langkah Amerika Serikat, yang justru meninggalkan kesepakatan iklim yang dulu turut mereka gagas.

“Bahkan Amerika yang salah satu negara menginisiasi untuk Paris Agreement itu mulai keluar. Kemarin kalau kita melihat Presiden Amerika di pidatonya di PBB, ya agak ragu juga saya terkait dengan kelanjutan daripada transisi energi (mereka),” kata Bahlil dalam Indonesia International Sustainability Forum (IISF) 2025 di Jakarta, Jumat (10/10).

Menurut Bahlil, perubahan arah politik dan kepentingan ekonomi membuat sejumlah negara menjadi lebih berhati-hati terhadap transisi energi bersih.

Baca Juga: Di Forum Lingkungan, Bahlil Sebut Batubara Tidak Kotor, Kok Bisa?

“Banyak inkonsistensi negara-negara dalam menjaga komitmen, khususnya Paris Agreement tentang penurunan emisi dan transisi energi,” tambahnya.

Meski demikian, Bahlil menegaskan bahwa Indonesia tetap konsisten terhadap komitmen pengurangan emisi dan pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, arah kebijakan energi nasional telah tertuang dalam Astacita Nasional, yang menekankan kedaulatan energi sekaligus percepatan transisi menuju energi bersih.

Bahlil mengakui, pengembangan EBT masih menghadapi tantangan biaya yang relatif tinggi dibandingkan energi fosil, khususnya batu bara. Namun, di sisi lain, batu bara masih menjadi sumber energi utama nasional sekaligus komoditas ekspor andalan.

“Jadi kita diperhadapkan pada sebuah pilihan. Di satu sisi energi bersih adalah kebutuhan dan konsensus global. Tapi secara ekonomi batubara lebih murah. Saya sedang berpikir bahwa Indonesia salah satu negara yang mempunyai cadangan batubara terbesar,” ujarnya.

Baca Juga: Wow! Listrik Diesel 15 Kali Lebih Mahal dari PLTU, ESDM : Saatnya ke EBT

Ia menegaskan, penggunaan batu bara tidak berarti bertentangan dengan prinsip energi bersih, terutama dengan adanya teknologi carbon capture and storage (CCS) yang dapat menekan emisi karbon dari pembakaran batu bara.

“Saya tidak setuju kalau batu bara disebut energi kotor. Sekarang sudah ada teknologi carbon capture untuk menekan emisi CO₂. Jadi selain EBT, kita juga sedang mendorong CCS agar listrik yang dihasilkan tetap bersih,” katanya.

Lebih lanjut, Bahlil memaparkan bahwa hingga 2025, porsi energi terbarukan dalam bauran listrik nasional telah mencapai sekitar 14–15 persen dari total kapasitas listrik sebesar 100 gigawatt (GW). Ke depan, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 telah menetapkan alokasi sebesar 69,5 GW untuk energi terbarukan.

Kementerian ESDM juga sedang menyiapkan regulasi baru untuk mempercepat pengembangan proyek panas bumi. Jika sebelumnya proses izin dapat memakan waktu hingga satu tahun, kini akan dipangkas menjadi tiga bulan agar target tambahan kapasitas 500 MW pada 2027 bisa tercapai.

Baca Juga: Transisi Energi Berkelanjutan, Pertamina NRE Kembangkan EBT dan Layanan Optimasi Aset

Selain panas bumi, pemerintah juga menyiapkan rencana ambisius pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 1 MW di setiap desa di seluruh Indonesia. Bila terealisasi, total kapasitasnya bisa mencapai 80–100 GW, yang akan dikerjakan melalui kemitraan antara pemerintah, BUMN, dan investor swasta.

“Ini RUPTL kita sudah sahkan. Silakan sekarang ikut mengambil bagian. Kita mengundang investor untuk masuk. Kita mendorong karena energi baru terbarukan ini lokasinya di daerah-daerah yang memang jaringannya belum ada,” jelas Bahlil.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: