Peneliti Hidrologi BRIN Luruskan Salah Paham Soal Istilah 'Air Pegunungan' dalam Industri AMDK
Kredit Foto: Istimewa
Kunjungan kerja Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ke fasilitas produksi Aqua di Subang telah menjadi perhatian dan memicu perdebatan luas di media sosial. Melalui video yang ia unggah pada tanggal 22 Oktober, Dedi menyatakan keheranannya setelah mengetahui bahwa sumber air yang digunakan perusahaan berasal dari empat titik sumur bor yang kedalamannya melebihi seratus meter.
Keheranan Dedi Mulyadi muncul karena ia berpendapat bahwa istilah "air pegunungan" merujuk pada air yang diambil langsung dari mata air yang tampak di permukaan tanah. Oleh karena itu, ia secara terbuka mempertanyakan klaim "air pegunungan" yang sering digunakan oleh perusahaan air minum dalam kemasan tersebut untuk produk mereka.
Namun, menurut Rachmat Fajar Lubis, peneliti hidrologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), metode pengambilan air tersebut justru merupakan praktik yang umum dan didukung oleh kaidah ilmiah. Fajar menjelaskan di Jakarta, “Hampir semua perusahaan AMDK mengambil air melalui pemasanhan pipa vertikal di sekitar mata air.”
Baca Juga: BPKN Pastikan Aqua Tak Langgar Hak Konsumen, Sumber Air dan Proses Produksi Sesuai Ketentuan
Fajar menjelaskan, air yang keluar langsung di permukaan tetap berisiko terpapar bakteri dan mikroorganisme dari sekitar sumber. Tanah, katanya, menyimpan banyak mikroba. Di sekitar mata air biasanya juga terdapat aktivitas manusia atau hewan yang berpotensi mencemari.
“Pemasangan pipadilakukan agar air diambil dan dialirkan tanpa kontak langsung dengan air dari tanah dangkal,” ujarnya. Dengan begitu, kualitas air lebih terjaga dan sesuai dengan anjuran pemerintah untuk menjaga higienitas sumber air.
Menanggapi keramaian tersebut, Danone Indonesia menegaskan bahwa air Aqua tetap berasal dari sumber air pegunungan. Bedanya, air diambil dari akuifer dalam yang terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air.
“Air Aqua bersumber dari 19 titik di pegunungan yang tersebar di Indonesia, dipilih melalui proses seleksi ilmiah yang ketat,” tulis Aqua dalam pernyataan resminya. Perusahaan menyebut kedalaman akuifer bervariasi, dan sebagian bersifat self-flowing atau mengaliralami.
Lapisan akuifer tersebut, menurut Aqua, tidak bersinggungan dengan air dangkal yang digunakan masyarakat, sehingga tidak mengganggu ketersediaan air di sekitar wilayah pabrik.
Baca Juga: Ahli UGM Ungkap Sumber Air Aqua, Punya 'DNA' Geologis yang Sama dengan Air Pegunungan
Menurut Fajar dari BRIN, penanaman pipa secara vertikal adalah penerapan upaya industri dalam mengalirkan air aquifer ke permukaan, bukan upaya menutupi asal sumber air, melainkan cara ilmiah untuk menjaga kemurnian air pegunungan.
“Airnya tetap berasal dari ekosistem pegunungan. Penanaman pipa secara vertikal hanya untuk memastikan air yang diambil terlindungi dari potensi cemaran air dari tanah dangkal,” katanya.
Dengan demikian, istilah “air pegunungan” bukan sekadar label pemasaran, melainkan penanda karakter dan asal hidrogeologis air yang tetap bersumber dari daerah pegunungan—meski diambil dari aquifer dengan beragam kedalaman.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement