Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perkuat Perlindungan Anak di Era Digital, Ini Tindak Lanjut Implementasi Perpres 87 Tahun 2025

Perkuat Perlindungan Anak di Era Digital, Ini Tindak Lanjut Implementasi Perpres 87 Tahun 2025 Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Pelindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan 2025–2029 merupakan tonggak penting dalam memperkuat perlindungan anak di era digital.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengungkapkan regulasi tersebut menyoroti sejumlah tantangan yang selama ini dihadapi dalam perlidnungan anak di era digital.

Baca Juga: Menteri PPPA Dorong Aceh Perkuat Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

'Seperti masih lemahnya mitigasi terhadap percepatan transformasi digital, terbatasnya kemitraan strategis antar pemangku kepentingan, serta adanya fragmentasi kebijakan yang menghambat efektivitas pelaksanaan program. Di samping itu, pemanfaatan sumber daya dan pengelolaan data pelindungan anak masih perlu diperkuat agar kebijakan dapat lebih tepat sasaran dan berkelanjutan," imbuhnya, dikutip dari siaran pers Kemen PPPA, Senin (10/11)

Ini disampaikannya dalam forum Koordinasi dan Diseminasi Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Pelindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan (Daring) 2025–2029.

Berdasarkan Data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan. Sebanyak 14,49 persen anak laki-laki dan 13,78 persen anak perempuan usia 13–17 tahun pernah mengalami cyberbullying, sementara empat dari setiap 100 anak menjadi korban kekerasan seksual non-kontak.

Menteri PPPA menyampaikan peta jalan ini menjadi panduan strategis untuk memperkuat sistem perlindungan anak di era digital melalui dua arah kebijakan utama. Pertama, penguatan kapasitas anak, keluarga, dan masyarakat agar memiliki ketahanan dan kecakapan digital. Kedua, penguatan jejaring kerja sama lintas sektor antara kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat dalam pencegahan serta penanganan kasus kekerasan terhadap anak di dunia maya.

“Perpres ini merupakan hasil dari proses kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk anak-anak sebagai penerima manfaat utama, pakar, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga pemerintah. Melalui forum konsultasi dan lokakarya lintas sektor, kebijakan ini dirancang agar komprehensif, realistis, serta dapat diimplementasikan secara efektif di berbagai tingkatan pemerintahan,” kata Menteri PPPA.

Sebagai tindak lanjut implementasi, Kemen PPPA akan membentuk Kelompok Kerja Perlindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan, yang menjadi bagian dari Tim Koordinasi Perlindungan Anak Nasional. Kelompok kerja ini akan menjadi wadah kolaborasi lintas sektor dalam mengoordinasikan pelaksanaan peta jalan, pertukaran data, serta harmonisasi program perlindungan anak antarinstansi.

“Setiap anak memiliki hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, termasuk secara digital. Namun hak tersebut harus dibarengi dengan perlindungan yang kuat agar mereka tidak terjerumus dalam bahaya dunia maya. Anak-anak kini rentan terhadap berbagai bentuk ancaman seperti cyberbullying, eksploitasi seksual daring, grooming, dan kecanduan gawai. Karena itu, perlindungan anak di ranah digital harus menjadi bagian integral dari kebijakan nasional. Dengan kolaborasi yang kuat, kita pastikan ruang digital menjadi tempat yang aman dan berpihak pada kepentingan terbaik anak,” ujar Menteri PPPA.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya

Advertisement

Bagikan Artikel: