Raperda KTR Dikhawatirkan Ganggu Pedagang Kecil hingga Suburkan Praktik Pungli
Kredit Foto: Unsplash/Falaq Lazuardi
Koalisi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Jakarta yang tergabung dalam Aliansi UMKM Jakarta, secara tegas menyampaikan penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) yang tengah dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Penolakan ini didasarkan pada pertimbangan dampak ekonomi yang dinilai membebani pedagang kecil, terutama di tengah situasi ekonomi yang tidak stabil.
Ketua Korda Jakarta Koalisi Warteg Nusantara (Kowantara) Izzudin Zindan menegaskan bahwa pelaku UMKM khususnya di sektor makanan seperti warteg akan sangat merasakan dampak langsung dari penerapan regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ini. Menurut Zindan, kekhawatiran utama para pelaku usaha adalah potensi penurunan omzet yang signifikan akibat regulasi tersebut.
“Nah, restoran atau warung makan itu salah satu yang terdampak kita. Ya itu tentu akan mengurangi penghasilan para pedagang warteg itu,” jelas Zindan saat menyampaikan surat keberatan terhadap kebijakan KTR kepada Bapemperda DKI Jakarta, Selasa 18 November 2025.
Menurutnya, dampak penurunan penghasilan ini diakibatkan pelarangan total termasuk di area warteg akan menghilangkan kebiasaan tersebut dan membuat mereka malah enggan untuk bersantap. “Ini efeknya penghasilan UMKM, warung kelontong, warteg, pedagang kaki lima yang lain pasti akan menurun,” tambahnya.
Baca Juga: Shopee Luncurkan 10 Pelatihan Digital Gratis untuk UMKM
Dia mendesak legislatif maupun eksekutif DKI Jakarta untuk mengevaluasi kembali peraturan ini demi menjalankan slogan Jakarta yang mendukung penduduknya untuk saling jaga. Zindan mengatakan penolakan Rapeda KTR merupakan komitmen bersama aliansi dalam semangat 'Jaga Jakarta’.
“Kita sudah bikin aliansi, sudah sepakat untuk jaga Jakarta, untuk menolak Raperda KTR. Kita sepakat bahwa kita menolak Raperda KTR itu untuk disahkan dulu,” imbuh Zindan.
Dia mengatakan, Aliansi UMKM Jakarta yang terdiri dari Kowantara bersama Koperasi Warung Tegal (Kowarteg), Komunitas Warung Niaga Nusantara (Kowartami), Koperasi Warung Merah Putih, Pedagang Warteg dan Kaki Lima (Pandawakarta), dan Kowarteg Nusantara menuntut penundaan pembahasan Ranperda KTR di Jakarta.
Langkah konkret telah diambil oleh mereka dengan menyiapkan dan menyerahkan surat komitmen bersama kepada Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD dan pihak eksekutif Pemprov DKI Jakarta.
Bagi Zindan, Aliansi UMKM Jakarta telah berupaya menjalin komunikasi dengan pihak legislatif, termasuk menghubungi Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta, Abdul Aziz. Ia berharap, penyerahan surat komitmen bersama ini dapat mendorong pihak eksekutif dan legislatif untuk lebih mendengar aspirasi para pelaku usaha warteg dan UMKM.
Zindan menekankan pentingnya pertimbangan ulang terhadap dampak regulasi tersebut terhadap kelangsungan usaha kecil, agar kebijakan yang diambil nantinya tidak memberatkan dan tetap berpihak pada keberlanjutan ekonomi masyarakat kecil.
Aliansi UMKM Jakarta pun bersepakat untuk menolak Raperda KTR. Penolakan ini diharapkan dapat memberikan waktu bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk melakukan peninjauan ulang yang intensif kepada para pelaku usaha kecil.
Baca Juga: Jembatan Kabanaran Hadir, Presiden Prabowo Dorong Penataan Terintegrasi dan Penguatan UMKM
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Komunitas Warung Niaga Nusantara (Kowartami), Salasatun Syamsiyah juga menyampaikan kekhawatiran lainnya akan dampak dari implementasi kebijakan KTR yang justru berpotensi menyuburkan praktik pungutan liar (pungli).
“Mungkin bisa saya tambahkan ya, Jadi kami dari Kowartami ingin menyampaikan bahwa jangan sampai (Perda KTR) diketuk palu dulu. Kita aja sudah susah begini penghasilannya. Dengan adanya Raperda seperti ini, nanti terjadi adanya pungli,” tegas Syamsiyah.
Sebab, adanya ancaman denda yang besar dalam Raperda justru akan digunakan oknum tertentu untuk menakut-nakuti dan memeras pedagang. Ia mencontohkan skenario pungli yang mungkin terjadi di warteg.
“Ini lho yang kita takutkan. Belum lagi sekarang menjadi masa-masa sulit untuk warteg, jadi akan terbebani lagi kita,” pungkas Syamsiyah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement