Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

World Security Report: Ketidakstabilan Ekonomi jadi Ancaman Keamanan Terbesar

World Security Report: Ketidakstabilan Ekonomi jadi Ancaman Keamanan Terbesar Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketidakstabilan ekonomi muncul sebagai isu keamanan paling mendesak di Indonesia. Sebanyak 71% pimpinan keamanan di Indonesia yang disurvei menyatakan bahwa hal ini merupakan ancaman utama yang paling berpotensi memengaruhi keamanan pada tahun mendatang — persentase tertinggi di dunia.

Kampanye misinformasi dan keresahan publik memicu ketegangan, dengan 62% responden melaporkan peningkatan signifikan terhadap ancaman kekerasan terhadap pimpinan perusahaan dalam dua tahun terakhir — jauh di atas rata-rata Asia Pasifik yang mencapai 46%.

Laporan ini merupakan bagian dari World Security Report yang diinisiasi oleh Allied Universal®, penyedia layanan keamanan dan fasilitas terkemuka di dunia, bersama dengan bisnis internasionalnya, G4S.
Secara global, laporan ini melibatkan 2.352 Chief Security Officer (CSO) atau individu dengan posisi setara yang bekerja di perusahaan menengah hingga besar di 31 negara, dengan total pendapatan tahunan gabungan lebih dari 25 triliun dolar AS.

Baca Juga: Ekonomi RI Dinilai Tangguh Hadapi Gejolak Global?

Di Indonesia, sebanyak 58 CSO menjadi responden dalam survei ini, yang merupakan bagian dari 464 CSO yang disurvei di seluruh kawasan Asia Pasifik. Achmad Kosasih, Managing Director G4S Indonesia, melihat peningkatan signifikan terhadap risiko yang dihadapi para pemimpin perusahaan, yang sebagian besar dipicu oleh ketidakstabilan ekonomi yang berkepanjangan. Ketidakpastian ini telah menciptakan kondisi di mana kampanye misinformasi dan disinformasi berkembang pesat, sering kali menjadi pemicu utama bagi pihak-pihak yang menargetkan dunia usaha di Indonesia.

“Respons yang diberikan sangat kuat dan visioner. Perusahaan-perusahaan di Indonesia termasuk yang terdepan secara global dalam menerapkan langkah-langkah perlindungan eksekutif yang komprehensif serta meningkatkan alokasi anggaran keamanan mereka. Terdapat komitmen yang nyata untuk memanfaatkan teknologi canggih dalam memperkuat sistem keamanan," ucapnya yang dikutip di Jakarta, Kamis (20/11/2025).

Misinformasi memicu ancaman

Indonesia menghadapi tantangan serius akibat maraknya misinformasi dan disinformasi. Sebanyak 86% perusahaan dilaporkan menjadi target kampanye semacam itu dalam satu tahun terakhir — tingkat tertinggi kedua di kawasan Asia Pasifik. Yang lebih mengkhawatirkan, 62% pimpinan keamanan menyatakan bahwa setengah atau lebih pelaku ancaman terhadap bisnis mereka terdorong oleh misinformasi atau disinformasi — tingkat tertinggi secara global.

Faktor-faktor ini telah memicu peningkatan signifikan terhadap ancaman eksternal maupun internal yang lebih spesifik. Penipuan eksternal disebut sebagai kekhawatiran utama oleh 40% responden, tertinggi di kawasan. Sementara itu, ancaman penipuan internal juga sama seriusnya, dengan 41% menyebutnya sebagai ancaman internal utama — tingkat tertinggi bersama di dunia.

Perusahaan-perusahaan di Indonesia mengambil langkah tegas dalam perlindungan eksekutif, dengan tingkat penerapan yang jauh melampaui rata-rata regional maupun global. Sebanyak 71% perusahaan telah meningkatkan prosedur keamanan mereka (dibandingkan dengan rata-rata Asia Pasifik sebesar 52%), sementara 60% menyediakan personel pengamanan dekat bagi para pemimpin perusahaan (rata-rata Asia Pasifik 40%) — keduanya merupakan tingkat tertinggi kedua di dunia.

Selain itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia juga menempati posisi teratas di tingkat regional dan global dalam penerapan langkah-langkah perlindungan eksekutif lainnya. Sebanyak 59% perusahaan melakukan pemantauan ancaman daring (rata-rata Asia Pasifik 49%), dan 55% menyediakan perlengkapan pelindung pribadi bagi para pemimpin, seperti kendaraan berpengaman (rata-rata Asia Pasifik 37%) — menjadikannya tingkat tertinggi di kawasan ini dan tertinggi ketiga secara global.

Para pimpinan keamanan di Indonesia juga menunjukkan kesiapan kuat untuk meningkatkan investasi, baik dalam sumber daya manusia maupun teknologi. Sebanyak 71% memperkirakan anggaran keamanan fisik akan meningkat dalam satu tahun ke depan — tingkat tertinggi di kawasan Asia Pasifik. Terdapat pula fokus besar terhadap penerapan teknologi mutakhir, dengan 60% berencana berinvestasi dalam sistem deteksi intrusi berbasis AI (rata-rata global 44%) dan 55% dalam teknologi kontrol akses biometrik (rata-rata global 40%) dalam dua tahun mendatang, menempatkan Indonesia di antara pemimpin global dalam adopsi teknologi keamanan.

Baca Juga: Sistem Keamanan Siber Jadi Kunci untuk Raih Peluang Ekonomi Digital

Sanjay Verma, Presiden G4S - Asia dan Timur Tengah, mengatakan, kawasan Asia Pasifik terus menghadapi dinamika makro yang kompleks dan terus berubah, dipengaruhi oleh sejumlah faktor utama. Meningkatnya ketegangan geopolitik, perubahan ekonomi yang berkelanjutan, serta percepatan transformasi digital secara bersama-sama membentuk ulang lanskap keamanan bagi dunia bisnis.

World Security Report menunjukkan bahwa ketidakstabilan ekonomi menjadi sumber kekhawatiran yang meluas di seluruh kawasan, dengan Asia Pasifik mencatat tingkat kekhawatiran tertinggi secara global. Kondisi ini berpotensi memicu peningkatan risiko kejahatan bermotif finansial serta ancaman internal yang didorong oleh tekanan ekonomi.

“Pendekatan multi-dimensi sangat penting untuk menghadapi tantangan ini. Pertama, perusahaan perlu beradaptasi dengan kecepatan dan kompleksitas ancaman yang terus berkembang, khususnya yang didorong oleh teknologi digital. Kedua, menarik, melatih, dan mempertahankan tenaga kerja keamanan yang kompeten menjadi faktor krusial. Ketiga, membangun budaya keamanan yang positif di seluruh organisasi — tidak hanya di departemen keamanan, tetapi menjadi tanggung jawab setiap karyawan," ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: