Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lewat ESG Symposium, SCG Tegaskan Komitmen Dukung Dekarbonisasi Industri RI

Lewat ESG Symposium, SCG Tegaskan Komitmen Dukung Dekarbonisasi Industri RI Kredit Foto: SCG
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Siam Cement Group (SCG), perusahaan PMA asal Thailand yang bergerak di industri semen Indonesia, menyatakan komitmen kuatnya untuk mendukung target Net Zero Emission (NZE) Republik Indonesia pada tahun 2060 atau bahkan lebih cepat. Komitmen ini diwujudkan melalui penyelenggaraan ESG Symposium 2025 Indonesia di Jakarta pada Selasa (2/12/2025), yang berfokus pada pembangunan kolaborasi berkelanjutan.

President & CEO SCG, Thammasak Sethaudom, menyampaikan bahwa acara ini menjadi kerangka penting untuk membangun kolaborasi keberlanjutan di tanah air. Dengan mengusung prinsip inclusive green growth, SCG berkomitmen untuk bekerja bersama pemerintah, mitra bisnis, serta komunitas guna mendukung transisi keberlanjutan Indonesia.

"Perjalanan Indonesia menuju Net Zero 2060 membutuhkan lebih dari sekadar teknologi. Ini menuntut kemitraan, inovasi, kita dapat bergerak bersama, sambil memastikan transisi berlangsung adil dan inklusif. Lewat prinsip inclusive green growth, SCG tetap berkomitmen untuk bekerja bersama pemerintah, mitra bisnis, serta komunitas guna mendukung transisi keberlanjutan Indonesia," tegasnya.

Baca Juga: Jaga Komitmen Inklusif, Godrej Indonesia Raih Gold Winner di Asia ESG Positive Impact Awards 2025

Sebagai bentuk komitmen nyata, dalam gelaran ini juga disepakati joint declaration - Public, Private, People Partnership (PPPP). Deklarasi ini menyatukan anak perusahaan SCG, PT Semen Jawa, dengan Pemerintah Kabupaten Sukabumi, serta sejumlah mitra swasta seperti PT Pratama Abadi Industri, PT Glostar Indonesia, PT Pou Yuen Indonesia, PT Feng Tay Indonesia Enterprises, PT Panasonic Gobel Life Solution Manufacturing Indonesia, dan PT Tirta Fresindo Jaya (Mayora Indah Tbk.). Kolaborasi ini bertujuan untuk menguatkan pengembangan solusi keberlanjutan.

Mewakili Wakil Menteri Perindustrian RI, Sekretaris Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri, Muhammad Taufiq, menyampaikan apresiasi tinggi kepada SCG atas konsistensinya mendorong dialog lintas kementerian/lembaga untuk mewujudkan pertumbuhan hijau yang inklusif di Indonesia.

Taufiq mengakui bahwa dunia saat ini tengah menghadapi planetary crisis dari sisi iklim, keanekaragaman hayati, dan polusi. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya menstimulus transformasi industri hijau di tanah air.

Baca Juga: Kemenperin Dorong IKM untuk Lebih Siap Masuk Pasar Global

"Industri hijau kami maknai sebagai industri yang proses produksinya itu dilakukan secara efisien dan efektif dalam penggunaan sumber daya. Berorientasi kepada pengurangan emisi dan limbah, serta memberikan manfaat sosial dan ekonomi yang berkeadilan," ucapnya.

Untuk mendukung hal tersebut, Taufiq membeberkan lima pilar penting yang didorong oleh Kementerian Perindustrian. Pertama, kejelasan regulasi, penguatan instrumen industri hijau (seperti standar dan sertifikasi), dan pemberian insentif bagi perusahaan yang efisien energi, menghutilisasi Energi Baru Terbarukan (EBT), serta menurunkan emisi.

Pilar kedua adalah penerapan ekonomi sirkular; ketiga, intervensi teknologi dalam dekarbonisasi dan efisiensi energi; keempat, peningkatan standar mutu; dan kelima, pembangunan akses pembiayaan hijau dan skema insentif.

Taufiq optimis langkah ini akan membangun citra perusahaan semakin kuat dan daya tawar serta saing tinggi dibanding industri yang tak mengimplementasikan.

Baca Juga: Percepat Transformasi Industri Hijau, Kemenperin Perkuat Kemitraan dengan UNIDO

"Kami percaya bahwa dekarbonisasi dapat menjadi sumber daya saing baru bagi perusahaan industri bila dirancang sebagai investasi yang menghadirkan penghematan biaya jangka panjang dan peningkatan produktivitas. Dua hal ini menjadi kata kunci penting untuk bisa meningkatkan daya saing bagi perusahaan di industri," tandas Taufiq.

Sementara itu, Founder & CEO Jejakin, Arfan Arlanda, menyoroti bahwa portofolio bisnis menuju industri hijau yang menjunjung aspek keberlanjutan adalah tantangan sekaligus peluang bagi industri di Indonesia. Pengukuran yang akurat dalam keberlanjutan dapat menghasilkan efisiensi yang lebih baik.

"Tapi juga menciptakan opportunity, peluang untuk kita. Karena kalau kita bisa melakukan perhitungan dengan akurat, dengan tepat, kita bisa melakukan efisiensi dengan lebih baik," ucap Arfan.

Arfan menambahkan bahwa tekanan pasar dan regulasi global, seperti Corporate Sustainability Reporting Directive (CSRD) dari Eropa dan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM), kini mengharuskan perusahaan-perusahaan di Indonesia, sebagai pemasok komoditas atau bagian dari rantai pasok global, untuk menghitung dan memberikan data emisi.

Baca Juga: BRI Perkuat Kepemimpinan ESG di Asia, Raih Tiga Penghargaan Bergengsi Asia Sustainability Reporting Awards 2025

Menurut Arfan, hal ini memunculkan pertanyaan kritis bagi pelaku industri, "Intinya bukan apakah kita harus ngitung, tapi kapan kita harus ngitung." Perusahaan yang melakukan perhitungan emisi lebih awal akan memiliki keunggulan kompetitif, terutama dalam akses ke pembiayaan hijau.

"Jadi kalau kita menghitung sekarang, kemungkinan kita untuk dapat mengakses funding, pendanaan dengan lebih murah itu jauh lebih besar," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: