Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Harga Komoditas Tertekan 2026 Akibat Lesunya Ekonomi Tiongkok

Harga Komoditas Tertekan 2026 Akibat Lesunya Ekonomi Tiongkok Kredit Foto: Azka Elfriza
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perlambatan ekonomi Tiongkok pada 2026 diproyeksikan menjadi risiko eksternal terbesar bagi Indonesia, terutama melalui jalur perdagangan dan harga komoditas, menurut laporan Permata Institute for Economic Research (PIER). Temuan tersebut disampaikan dalam laporan PIER Economic Outlook berjudul “Reviving Domestic Growth, Navigating Global Shocks” yang dirilis pada Jumat (5/12/2025).

PIER menilai pelemahan prospek global pada 2026 dipimpin oleh perlambatan ekonomi Tiongkok yang berpotensi menekan permintaan ekspor Indonesia serta menurunkan harga sejumlah komoditas unggulan. Penurunan aktivitas ekonomi Asia Timur tersebut dianggap menjadi tantangan utama bagi sektor dagang Indonesia di tahun depan.

Baca Juga: Indonesia Bidik Relokasi Pabrik dari China

Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menjelaskan bahwa kondisi itu diperburuk oleh dinamika geopolitik. “Pada 2026, pertumbuhan ekonomi global akan melemah terutama akibat perlambatan ekonomi Tiongkok di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat (AS),” tuturnya.

PIER mencatat bahwa dampak paling nyata terhadap Indonesia diperkirakan muncul melalui koreksi harga komoditas, khususnya minyak, batu bara, dan nikel, seiring menurunnya permintaan global. Tiongkok tercatat sebagai konsumen terbesar komoditas tersebut, sehingga perlambatan industri di negara tersebut dinilai memiliki implikasi langsung bagi perekonomian Indonesia. Sementara itu, harga Crude Palm Oil (CPO) diproyeksikan naik moderat karena konsumsi global yang relatif stabil.

Baca Juga: Kebijakan China Bikin Ketar-ketir Pengusaha Eropa

Laporan tersebut juga menyoroti perubahan arah kebijakan moneter global. PIER memperkirakan pemangkasan lanjutan suku bunga acuan The Fed Funds Rate (FFR) sebesar 25 bps menjadi 3,75% pada Desember 2025, kemudian turun kembali ke level 3,50% pada 2026. Perkembangan ini dipandang mampu meredam volatilitas pasar keuangan internasional meski ketidakpastian industri dan perdagangan global tetap tinggi.

PIER menegaskan bahwa perlambatan Tiongkok menjadi indikator krusial yang perlu diperhitungkan pemerintah dan pelaku usaha dalam penyusunan strategi ekspor, diversifikasi pasar, dan langkah mitigasi risiko eksternal. Laporan ini memberikan referensi bagi pembuat kebijakan dan dunia usaha mengenai arah pergerakan komoditas global dan tingkat tantangan eksternal yang dapat memengaruhi kinerja ekonomi domestik.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: