Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa PLTU Cirebon 1, yang sahamnya dimiliki konsorsium termasuk Marubeni Corporation asal Jepang, tetap beroperasi hingga masa kontraknya berakhir.
Keputusan ini diambil setelah kajian teknis menunjukkan pembangkit berkapasitas 660 MW tersebut masih memiliki usia operasi panjang dan menggunakan teknologi yang dinilai lebih efisien. Dengan demikian, PLTU ini tidak masuk dalam daftar pembangkit yang dapat dipensiunkan lebih cepat.
Menurut Airlangga, teknologi Cirebon 1 dinilai lebih maju dibanding sebagian PLTU lain di Jawa. Pemerintah juga menyiapkan penilaian komprehensif agar keputusan pensiun dini tidak menimbulkan beban teknis dan fiskal bagi sistem kelistrikan nasional.
“Salah satunya ada pertimbangan teknis karena Cirebon itu salah satunya yang masih umurnya masih panjang. Dan teknologinya juga sudah critical, supercritical,” kata Airlangga di Jakarta, Jumat (6/12/2025).
Baca Juga: Dana JETP Masuk ke Indonesia US$ 3,1 Miliar, Ini Daftar Proyek yang Menikmatinya
Ia menambahkan bahwa pemerintah akan mencari alternatif pembangkit lain yang lebih tua dan lebih berdampak terhadap lingkungan.
"Sehingga nanti dicarikan alternatif lain yang usianya lebih tua dan lebih terhadap lingkungannya memang sudah perlu di-retire," ujarnya.
Sebelumnya, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyampaikan bahwa Asian Development Bank (ADB) menyatakan minat dalam pendanaan transisi energi, hingga kini belum mengambil keputusan final. Ketidakpastian itu ikut memengaruhi langkah pemerintah.
Eniya menjelaskan bahwa pembahasan dengan lembaga pendanaan masih berlangsung dan belum sepenuhnya memenuhi syarat teknis maupun finansial.
“Kan ADB juga ini bener jadi nggak, anu nggak. Itu juga antara ini loh, antara maju mundur juga,” ujarnya.
Baca Juga: IEEFA: Lonjakan Biaya 48% Desak Indonesia Pensiunkan PLTU Tua
Adapun, PT PLN (Persero) mengonfirmasi PLTU Cirebon 1 tidak akan dipensiunkan lebih cepat karena beban penalti yang sangat besar. Percepatan penghentian operasi lima tahun sebelum masa PPA berakhir berpotensi menimbulkan kewajiban pembayaran pinjaman dan beban tambahan bagi perusahaan.
PLN menyatakan bahwa jika pensiun dini dilakukan tahun 2037, penalti bisa mencapai Rp 12 triliun per tahun, sehingga tidak layak secara ekonomi.
Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN, Suroso Isnandar, menegaskan simulasi menunjukkan total penalti bisa mencapai Rp 60 triliun bila pembayaran dilakukan sekaligus. "Kita sedang menghitung dan akhirnya mengambil keputusan untuk tidak dilanjutkan, IPP (independent power producer) PLTU Cirebon 660 MW,” kata Suroso dalam siaran inspirasi untuk bangsa dikutip Sabtu (6/12/2025).
Asal tahu saja, PLTU Cirebon 1 dibangun pada 2008 dan mulai beroperasi komersial pada 27 Juli 2012. Pembangkit berkapasitas 660 MW ini memproduksi sekitar 5,5 TWh listrik per tahun untuk sistem Jawa–Bali. Unit ini dimiliki oleh konsorsium PT Cirebon Electric Power yang terdiri dari Marubeni Corporation (Jepang), Korean Midland Power, Samtan Corporation (Korsel), dan PT Indika Energy (Indonesia). Pembangkit ini mengonsumsi sekitar 8.000 ton batubara per hari.
Menurut riset organisasi masyarakat sipil seperti LBH Bandung, ICEL, dan Salam Institute, emisi karbon harian PLTU mencapai sekitar 4.445 ton, dengan akumulasi emisi selama 15 tahun mendekati 30 juta ton. Angka ini dinilai membebani kualitas udara serta kesehatan masyarakat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement