Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kenapa Faskes Tingkat Pertama (FKTP) jadi Syarat Rujukan? Ini Alasannya

Kenapa Faskes Tingkat Pertama (FKTP) jadi Syarat Rujukan? Ini Alasannya Kredit Foto: JKN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sistem layanan kesehatan di era pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mengadopsi prosedur rujukan bertingkat guna menjamin setiap penerima manfaat memperoleh penanganan medis yang sesuai, tepat waktu, dan efektif. 

Lewat skema ini, proses layanan kesehatan diorganisasikan mulai dari unit layanan kesehatan dasar hingga perawatan lebih lanjut di rumah sakit, disesuaikan dengan keperluan medis tiap individu pasien.

Pada pelaksanaannya, penerima manfaat JKN diharuskan terlebih dahulu mengunjungi fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) atau layanan kesehatan primer. FKTP meliputi puskesmas, klinik dasar, serta praktik dokter mandiri. Di layanan kesehatan primer inilah peserta akan memperoleh penilaian awal, menerima terapi dasar, dan diputuskan apakah diperlukan intervensi lebih lanjut.

Jika keadaan pasien tidak mampu ditangani di FKTP, maka pasien akan diberikan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) atau rumah sakit. Namun, bagi Penerima Manfaat JKN yang menghadapi situasi darurat medis dapat segera menuju rumah sakit tanpa memerlukan rujukan dari FKTP.

Hal tersebut disampaikan Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah. Menurut penjelasannya, dalam keadaan darurat, hak pasien untuk mendapatkan layanan kesehatan tetap diprioritaskan. 

Baca Juga: BPJS kesehatan Umumkan Pemenang Duta Muda BPJS Kesehatan Nasional 2025: Agent of Change JKN

Mekanisme rujukan bertingkat tidak membatasi pemberian layanan ketika nyawa atau kondisi kesehatan peserta berada dalam situasi genting yang mengancam.

“Bahkan bagi rumah sakit yang bukan mitra BPJS Kesehatan, jika ada pasien dalam kondisi darurat, rumah sakit tetap wajib memberikan pertolongan awal,” ujarnya. 

Rizzky menambahkan mekanisme sistem rujukan berjenjang telah diatur dalam regulasi terbaru Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan.

Manfaat Sistem Rujukan Berjenjang

Ketua Bidang Layanan Primer Tim Kendali Mutu Kendali Biaya (TKMKB) Tingkat Pusat, dr. Donald Pardede menegaskan, sistem rujukan berjenjang dalam program JKN merupakan hal mendasar untuk memastikan pelayanan kesehatan berjalan tepat, efisien, dan sesuai kompetensi. 

Donald menjelaskan, setiap penyakit memiliki tingkat kompleksitas berbeda, sehingga tidak semua keluhan harus langsung ditangani di rumah sakit. 

“Ada 144 kompetensi dokter di layanan primer yang seyogyanya bisa diatasi dan diselesaikan di FKTP. Karena itu, kontak pertama pasien diarahkan ke FKTP. Kasus sederhana seperti batuk-pilek atau pemeriksaan umum cukup ditangani di layanan primer,” ujar Donald.

Menurutnya, sistem rujukan berjenjang juga memberikan kemudahan bagi pasien. Dengan datang lebih dahulu ke FKTP terdekat, pasien tidak perlu mengantre panjang di rumah sakit atau menempuh perjalanan jauh untuk keluhan yang dapat diselesaikan di tingkat primer. Hal ini membuat layanan menjadi lebih cepat dan lebih dekat untuk masyarakat.

Donald menjelaskan, rumah sakit sebagai fasilitas rujukan memang disiapkan untuk menangani kasus yang membutuhkan keahlian dokter spesialis. Karena itu, berbagai keluhan yang masih termasuk dalam 144 kompetensi layanan primer seharusnya tetap ditangani di FKTP, sementara kasus yang membutuhkan penanganan lebih mendalam barulah dirujuk ke rumah sakit.

Baca Juga: BPJS Kesehatan Jakarta Timur Luncurkan Inovasi SMART JKN di Hari Pahlawan

Dengan mekanisme ini, rumah sakit dapat fokus melayani pasien dengan kebutuhan medis yang lebih spesifik dan kompleks, bukan mengurus keluhan ringan yang sebenarnya bisa diselesaikan di tingkat primer.

Dalam konteks pembiayaan, rujukan berjenjang juga menjadi bagian penting untuk menjaga keberlanjutan Program JKN. Donald menyampaikan, biaya di layanan primer sangat berbeda dengan biaya di rumah sakit. Apabila kasus ringan langsung ditangani di rumah sakit, beban pembiayaan akan meningkat signifikan dan berpotensi mengganggu stabilitas dana jaminan sosial kesehatan. 

"Kendali biaya hanya dapat berjalan efektif apabila kasus ditangani sesuai kompetensinya," kata Donald. 

Permenkes 16/2024

Dengan terbitnya Permenkes Nomor 16 Tahun 2024 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan, Permenkes Nomor 1 Tahun 2012 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pembaruan tersebut menjadi langkah penting untuk menyesuaikan sistem rujukan dengan kebutuhan layanan kesehatan yang berkembang saat ini.

Dalam Pasal 2 ayat (2) Permenkes 16/2024 ditegaskan, sistem rujukan dilakukan berdasarkan kebutuhan medis pasien dan kemampuan pelayanan di setiap fasilitas pelayanan kesehatan.

Pasal ini kemudian diperjelas pada ayat (3), yang menyebutkan bahwa selain aspek medis dan kapasitas layanan, rujukan juga mempertimbangkan aksesibilitas seperti jarak dan waktu tempuh, pelayanan yang berkualitas, dan tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan biaya.

Lebih lanjut, Pasal 4 ayat (1) menjelaskan bahwa kemampuan pelayanan pada setiap fasilitas kesehatan didasarkan pada jenis layanan yang tersedia, jenis tenaga medis dan tenaga kesehatan, sarana dan prasarana, sediaan farmasi dan alat kesehatan, dan daya tampung fasilitas pelayanan kesehatan.

Rujukan Berbasis Kompetensi

Penerapan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan terbitnya Permenkes 16/2024 mendorong perubahan besar dalam mekanisme rujukan pelayanan kesehatan. Sistem rujukan yang sebelumnya berjenjang berdasarkan kelas rumah sakit (D–C–B–A) akan diganti menjadi rujukan berbasis kompetensi, yaitu rujukan yang langsung mengarah ke fasilitas dengan kemampuan layanan paling sesuai kebutuhan medis pasien.

Donald Pardede menyampaikan, dalam skema baru ini, pasien JKN tetap harus memulai layanan di FKTP sebagai gatekeeper. Bedanya, FKTP dapat langsung merujuk pasien ke rumah sakit yang kompeten menangani kondisi medisnya, tanpa perlu melewati jenjang kelas rumah sakit. 

"Jadi jangan salah persepsi ya. Gatekeeper-nya tetap FKTP untuk menangani 144 diagnosis penyakit yang menjadi kompetensi faskes primer. Yang berbeda hanya rujukan ke rumah sakit menjadi berbasis kompetensi," terang Donald. 

Baca Juga: BPJS Kesehatan dan USU Kolaborasi Tingkatkan Deteksi Dini Penyakit Ginjal Kronis

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa perubahan sistem ini membuat kelas rumah sakit tidak lagi menjadi batasan layanan. Rumah sakit kelas C, misalnya, dapat menangani tindakan yang sebelumnya hanya tersedia di kelas A atau B, selama rumah sakit tersebut memiliki alat yang memadai, dokter spesialis atau subspesialis kompeten, lulus proses kredensialing, serta didukung organisasi profesi.

“Kalau misalnya cath-lab sudah tersedia di rumah sakit kelas C, FKTP bisa merujuk ke C tanpa harus jauh-jauh ke kelas B atau A. Basisnya bukan lagi kelas rumah sakit, tetapi kompetensinya,” terang Donald. Perubahan ini juga mendorong RS kelas C dan B untuk terus meningkatkan kapasitas dan kualitas layanan.

Meski demikian, Donald mengingatkan transformasi ini memerlukan penyesuaian besar, terutama pada sistem pembayaran oleh BPJS Kesehatan. Pasalnya saat ini tarif pelayanan kesehatan masih mengikuti kelas rumah sakit.

"Perlu ada kajian mendalam, penyesuaian tarif, harmonisasi kebijakan antara Kemenkes dan BPJS Kesehatan, serta kepastian implementasi agar sistem rujukan berbasis kompetensi dapat berjalan efektif tanpa membingungkan pasien maupun fasilitas kesehatan," kata Donald. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: