Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Etanaol Kena Cukai! Jadi Solusi atau Beban Baru Atasi Defisit BBM?

Etanaol Kena Cukai! Jadi Solusi atau Beban Baru Atasi Defisit BBM? Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wacana penggunaan Etanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin (gasoline) kian santer. Langkah ini dinilai strategis sebagai "peluru" utama untuk menutup defisit impor gasoline Indonesia yang menganga lebar. Namun, di balik potensi penghematan devisa dan pengurangan emisi, sejumlah tantangan regulasi dan hulu-hilir ekosistem harus segera diatasi.

Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) melaporkan kebutuhan nasional akan gasoline mencapai 37,6 juta kiloliter (kl) per tahun. Sayangnya, kapasitas kilang domestik baru sanggup memasok 15,8 juta kl/tahun, menyisakan gap impor sebesar 21,8 juta kl/tahun.

Senior Director Oil and Gas, Petrochemical BPI Danantara Indonesia, Wiko Migantoro, menyoroti kompleksitas dalam memenuhi kebutuhan gasoline ini. Upaya membangun kilang baru atau meningkatkan kapasitas dinilai bukan solusi tunggal, karena akan menghasilkan surplus produk solar.

Baca Juga: Ekonom Nilai Kerja Sama Pertamina–Toyota Kembangkan Bioetanol Langkah Cerdas

“Gasoline kita masih defisit. Ini seninya di sini. Ketika kita ingin memenuhi kebutuhan gasoline dengan meningkatkan kapasitas kilang atau membangun kilang baru, maka kita harus juga memikirkan excess dari solarnya. Harus memikirkan excess solarnya. Artinya kita perlu memiliki alternatif suplai untuk gasoline selain yang berasal dari produk solar atau yang berasal dari crude oil,” tegas Wiko Migantoro.

Wiko Migantoro melihat Etanol—bahan bakar yang berasal dari nabati—sebagai suplemen dan komplemen yang paling realistis untuk mengatasi defisit gasoline. Ia menyebut penggunaan Etanol sebagai pencampur bensin bukan hal baru di kancah global.

“Sebetulnya etanol ini adalah sesuatu yang sudah banyak digunakan di negara-negara lain sebagai pencampur gasoline untuk mengurangi pemakaian gasoline, mengurangi emisi,” jelasnya.

Saat ini, Indonesia telah memiliki produksi sekitar 0,4 juta kl Etanol yang berasal dari molase (tebu) dan digunakan sebagai campuran bensin. Pemerintah dan stakeholder terkait tengah gencar membangun ekosistem pendukung untuk mendongkrak produksi.

Baca Juga: Danantara dan BP BUMN Himpun Dana Rp72 Miliar untuk Pemulihan Bencana Sumatra

Meski prospeknya cerah, implementasi program ini masih menghadapi hambatan serius di tingkat regulasi. Migantoro mengungkapkan bahwa diskusi dengan pemerintah masih intensif untuk menata seluruh rantai pasok, mulai dari suplai molase, pembangunan pabrik Etanol, hingga aturan pencampurannya.

“Saat-saat ini memang masih challenging ya, karena untuk menggunakan etanol ini kita masih banyak regulasi yang harus kita bicarakan bersama dengan pemerintah. Contohnya, pembelian etanol akan dikenakan tax atau cukai,” ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: