Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Social Quotient Paparkan Strategi Dukung Target Ekonomi 8% di Big Alpha Business Summit 2025

Social Quotient Paparkan Strategi Dukung Target Ekonomi 8% di Big Alpha Business Summit 2025 Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8% dipandang sebagai sasaran nasional yang memerlukan sinergi seluruh sektor. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah perlu mendorong dua motor penggerak utama, yakni transformasi dan akselerasi, guna memperkuat struktur ekonomi serta menjalankan agenda pembangunan secara disiplin dan transparan. Konsep ini menjadi pembahasan pokok dalam Big Alpha Business Summit 2025, sebuah forum bisnis hasil kerja sama Big Alpha dan Social Quotient yang diselenggarakan di Jakarta.

Dalam forum tersebut, Social Quotient sebagai entitas penyedia data sentimen media sosial menyajikan hasil analisis terhadap 1,73 juta percakapan daring selama periode September hingga November 2025. Data yang dipaparkan oleh Direktur Social Quotient, Manbir Chyle, menunjukkan adanya optimisme publik terhadap arah ekonomi nasional. Namun, keyakinan tersebut dibarengi dengan sikap hati-hati masyarakat terkait sejumlah tantangan struktural yang dinilai masih perlu penanganan lebih lanjut.

Analisis dari berbagai platform digital seperti X, Facebook, Instagram, dan TikTok mengonfirmasi pandangan positif publik terhadap posisi Indonesia di tingkat global. Kesadaran akan potensi sumber daya alam, posisi geografis, dan bonus demografi menjadi faktor pendorong keyakinan bahwa Indonesia dapat bersaing dengan kekuatan ekonomi besar dunia. Selain itu, aktivitas diplomasi internasional Presiden Prabowo Subianto ke Kanada dan Brasil turut memperkuat persepsi publik mengenai terbukanya peluang kemitraan ekonomi baru.

Baca Juga: Social Quotient Membaca Arah Pasar dan Kebijakan 2026, Social Listening Jadi Fondasi Keputusan Eksekutif

Figur Menteri Keuangan Purbaya Yudhi turut muncul sebagai salah satu pemicu optimisme. Gaya komunikasinya yang lugas serta kebijakan pro-rakyat mendapat respons positif, termasuk dukungan terhadap keputusan pemerintah mengucurkan Rp200 triliun ke perbankan BUMN guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Warganet juga menilai pendekatannya yang menekankan penguatan fundamental ekonomi sebelum agresif menarik investasi asing sebagai langkah yang realistis dan berkelanjutan.

Namun demikian, di balik optimisme tersebut, analisis Social Quotient juga mengidentifikasi tiga isu kekhawatiran utama yang konsisten muncul dan berpotensi menghambat laju transformasi dan akselerasi ekonomi. Pertama, persoalan kerusakan lingkungan dan bencana alam, seperti banjir dan longsor di Sumatera, memicu kritik tajam terhadap model pembangunan yang dinilai mengabaikan keberlanjutan ekologis. Hal ini menandakan meningkatnya kesadaran publik akan pentingnya pertumbuhan yang hijau dan inklusif.

Kedua, kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah SPBU swasta sejak Agustus lalu tidak hanya dirasakan sebagai gangguan operasional, tetapi juga memunculkan persepsi risiko sistemik. Warganet menilai ketidakpastian pasokan energi berpotensi menjadi sinyal negatif bagi investor asing yang menuntut stabilitas dan kepastian usaha.

Ketiga, isu ketenagakerjaan menjadi titik paling sensitif dalam percakapan publik. Kekhawatiran terhadap tingginya ketergantungan pada sektor informal dan UMKM yang dinilai rentan, serta maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah sektor, memicu kecemasan sosial. Desakan untuk meninjau ulang kebijakan upah minimum pun menguat sebagai bagian dari harapan peningkatan kesejahteraan pekerja.

Temuan ini menyampaikan pesan jelas bagi seluruh pemangku kepentingan, pemerintah, pelaku usaha, maupun investor, bahwa target pertumbuhan ekonomi 8% bukan semata persoalan angka makro, melainkan kemampuan menjawab kegelisahan mikro di tingkat masyarakat. Transformasi dan akselerasi hanya akan bermakna jika mampu menyentuh persoalan nyata, mulai dari keamanan energi, penciptaan lapangan kerja berkualitas, hingga pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Baca Juga: E-Commerce Sumbang 70% Ekonomi Digital Indonesia

Manbir Chyle, Direktur Social Quotient, menegaskan pentingnya social listening dalam proses perumusan kebijakan. “Data ini bukan sekadar angka, melainkan cerminan harapan dan kegelisahan 277 juta jiwa. Mendorong mesin pertumbuhan ekonomi tanpa mendengarkan suara publik ibarat membangun menara tinggi tanpa pondasi yang kokoh. Social listening menjadi alat penting untuk merumuskan kebijakan yang empatik, responsif, dan tepat sasaran.”

Paparan Social Quotient ini diharapkan menjadi landasan berbasis data yang kuat bagi diskusi dan perumusan aksi kolaboratif sekaligus mengarahkan upaya bersama menuju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tidak hanya cepat, tetapi juga berkeadilan dan berkelanjutan.

Big Alpha Business Summit 2025 menghadirkan sejumlah tokoh ekonomi dan bisnis nasional. Akan ada speech dari Agus Harimurti Yudhoyono, Sandiaga Salahuddin Uno, Shinta Widjaja Kamdani. Kemudian Unfiltered Live bersama Pandu Sjahrir, serta diskusi panel “Navigating Transformation and Acceleration Through Business, Investment and Social Impact” yang menghadirkan Bobby Gafur Umar, Ali Setiawan, dan Cinta Laura Kiehl, dengan Aline Wiratmaja sebagai moderator. Panel ini dirancang untuk merangkai perspektif bisnis dan industri, mesin kapital, serta fondasi sosial ke dalam satu narasi pertumbuhan yang saling terhubung.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: