WE Online, Jakarta - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan mengatakan kepentingan bisnis, termasuk industri rokok, telah membajak proses politik di eksekutif maupun legislatif baik di tingkat daerah maupun tingkat pusat.
"Itu banyak terjadi, apalagi proses politik di Indonesia memang masih ditopang oleh bisnis," kata Ade Irawan dalam acara pengembangan kapasitas untuk tenaga ahli DPR di Jakarta, Senin (21/9/2015).
Khusus dalam isu pengendalian tembakau, Ade mengatakan industri rokok patut diduga terlibat, bahkan mengintervensi, dalam beberapa proses legislasi regulasi pengendalian tembakau sehingga tidak merugikan mereka.
Ade mencontohkan kasus batalnya pasal tentang nikotin sebagai zat adiktif dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pencegahan Menteri Kesehatan untuk menandatangani Konvensi Kerangka Kerja untuk Pengendalian Tembakau (FCTC), hingga hilangnya ayat tentang tembakau sebagai zat adiktif dalam Undang-Undang 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Dalam politik, kita memang layak berprasangka, apalagi dengan adanya kejadian-kejadian tersebut, bahwa industri rokok telah mengintervensi proses politik dan penyusunan regulasi pengendalian tembakau. Tidak mungkin pada kejadian-kejadian itu tidak ada intervensi maupun transaksi dari industri rokok," tuturnya.
Dalam melakukan intervensi terhadap proses politik, Ade mengatakan industri rokok cenderung melebih-lebihkan kepentingan mereka dengan memanipulasi opini publik. Selain itu, industri rokok juga berupaya mendiskreditkan temuan atau bukti ilmiah yang cenderung merugikan mereka, seperti misalnya, korelasi antara merokok dengan kesehatan dan lain-lain.
Ade mengatakan intervensi industri rokok terhadap proses politik bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain.
Dewan Penasihat Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) dr Kartono Muhamad membenarkan hal itu. Menurut dia, industri rokok internasional bersatu untuk memengaruhi pemerintahan negara-negara yang berupaya membatasi konsumsi rokok.
"Contoh yang pernah mereka lakukan adalah mengadukan Australia terkait aturan 'plain packaging' ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan Uruguay terkait aturan peringatan kesehatan bergambar hingga 80 persen ke pengadilan internasional," ungkapnya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement