Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Usulan Kenaikan Bea Impor Film Harus Disikapi Hati-hati

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Pemerintah harus bersikap hati-hati atas usulan Kadin agar bea impor film dinaikkan karena tidak hanya akan berdampak pada perfilman Tanah Air, namun juga keberadaan Indonesia pada WTO, kata seorang pengamat perpajakan.

"Jika hal itu dilakukan, Indonesia melanggar WTO Valuation Agreement, khususnya Pasal 8 ayat (1) huruf c dan interpretative note," kata pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, Darussalam di Jakarta, Minggu (25/1/2015).

Ia menegaskan, pemerintah harus menolak usulan tersebut, karena bisa berdampak buruk bagi Indonesia. Karena bisa saja, negara-negara pengekspor film melaporkan Indonesia ke WTO.

Terkait dasar pemikiran Kadin, yang membandingkan antara bea impor film dan pajak produksi film nasional, menurut Darusalam juga tidak tepat. Karena jika ingin "apple to apple" maka yang dibandingkan adalah, antara pungutan impor film di Indonesia dan pungutan impor film di negara lain.

Selain itu juga antara sistem pengenaan pajak produksi film di Indonesia dan sistem pengenaan pajak produksi film di negara lain. Indonesia bisa saja membandingkan pajak produksi film Indonesia dan Amerika Serikat. Sebab, di beberapa negara bagian di Amerika, terdapat beberapa fasilitas perpajakan untuk industri produksi film.

"Jadi menurut saya, lebih produktif jika diskusinya menjadi pemberian fasilitas perpajakan untuk perusahaan produksi film nasional," katanya.

Terkait komponen bea impor film, pemerintah harusnya memahami bahwa yang menjadi dasar nilai pabean atas impor film asing adalah nilai fisik film itu sendiri ditambah dengan ongkos angkut. Sementara, nilai hak distribusi film tidak dimasukkan ke dalam nilai pabean. Alasannya, karena bukan merupakan persyaratan penjualan agar film tersebut dapat diimpor ke Indonesia.

Darussalam menambahkan, suatu film dapat diimpor ke Indonesia tanpa adanya pembayaran hak distribusi. Misalnya, untuk screener atau film yang hak awalnya adalah tidak untuk dipertontonkan di bioskop atau televisi.

Setelah diimpor, dapat saja importir membeli hak distribusinya untuk dapat ditayangkan di bioskop atau di televisi. Dengan demikian, tegasnya, jelas bahwa hak distribusi film asing bukan persyaratan penjualan. Selain berpotensi menuai sanksi dari WTO, usulan Kadin tersebut juga bisa membuat dunia perfilman Tanah Air menjadi suram. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: