Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kemenhub Diminta Kembangkan Pelabuhan Cirebon Dibandingkan Cilamaya

Warta Ekonomi -
 

WE Online, Jakarta - Kementerian Perhubungan diminta mengembangkan Pelabuhan Cirebon untuk mengurangi kepadatan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dibandingkan Cilamaya yang baru bisa beroperasi pada 2023.

Peneliti Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Ina Primiana di Jakarta, Jumat mengatakan, Pelabuhan Cirebon sudah mempunyai fasilitas pendukung dan siap dioperasikan, sehingga layak dijadikan prioritas pengembangan oleh pemerintah.

"Cirebon bisa dijadikan prioritas oleh Kemenhub, karena fasilitas pendukung di sana sudah lengkap. Ada kereta api dan jalan tol yang akan dikembangkan. Nanti biaya transportasinya akan menjadi murah," katanya.

Menurut dia, pengembangan Pelabuhan Cirebon lebih penting, karena saat ini kawasan industri beralih ke wilayah Jawa Barat bagian timur, seperti Kabupaten Majalengka.

Oleh karena itu, tambahnya, tidak ada alasan untuk mengesampingkan Pelabuhan Cirebon demi mengurangi kepadatan Tanjung Priok.

"Industri di wilayah timur harusnya di-'cover' Cirebon. Pemerintah belum mampu melihat secara seimbang mana kepentingan yang lebih berdampak besar terhadap masyarakat banyak saat ini dan ke depan, sehingga ini bertele-tele," katanya.

Guru besar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini mengatakan, jika Kemenhub bisa mengupayakan pembangunan Pelabuhan Cilamaya, seharusnya hal itu juga bisa dilakukan untuk pengembangan Cirebon.

Ina menyatakan, konflik kepentingan di Cilamaya saat ini karena semua pihak tidak dilibatkan, seperti PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) sebagai pengelola sumur dan fasilitas produksi minyak dan gas Blok ONWJ.

"Perencanaannya tidak terintegrasi antarinstansi dan lembaga dalam merumuskan pembangunan Cilamaya, sehingga menjadi konflik. Dikatakan bahwa "feasibility study" (FS) selesai pada 2011, tapi baru diketahui 2014. Sedangkan tata ruang Karawang baru ditetapkan 2013," katanya.

Sementara itu, pelaku industri dari PT GPI Logistics Anang Hidayat menilai, membangun pelabuhan berkelas internasional di dekat pusat industri bukan satu jaminan pelabuhan tersebut diminati dunia pelayaran.

Oleh karena itu, menurutnya, pembangunan Pelabuhan Cilmaya harus ditinjau ulang agar nasibnya tidak seperti pelabuhan di Merak, Banten.

Menurut dia, membuat pelabuhan internasional juga harus melihat ketersediaan maskapai pelayaran yang melayani rute internasinal dan pemerintah harus mempertimbangkan hal itu.

Saat ini, tambahnya, armada kapal di tanah air yang melayani rute internasional masih minim, padahal, untuk memiliki satu pelabuhan, keberadaan satu armada yang melayani seluruh rute dunia merupakan satu keniscayaan.

"Kalau melihat jalur internasional, kita tidak memiliki satu armada kapal yang memberikan layanan sampai ke seluruh dunia," katanya.

Terlebih, dunia pelayaran nasional saat ini hanya menjadi agen-agen dari perusahaan pelayaran internaional, serta feeder.

Selain itu, pelayaran internasional juga lebih memilih rute-rute yang sudah ada, seperti Singapura, Malaysia, Taiwan, dan Hongkong yang mempunyai kepastian adanya barang yang akan diangkut setelah menurunkan muatan.

Mengingat hal itu, menurut Anang, rencana pembangunan Pelabuhan Internasional Cilamaya harus ditinjau ulang.

"Akan sangat rugi jika ONWJ Pertamina stop, tapi Pelabuhan Cilamaya tidak diminati karena pelayaran internasional tidak masuk rute itu," katanya. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: