Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Damayanti Akhirnya Divonis 4,5 Tahun Penjara

Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota Komisi V dari fraksi PDI-Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap 278.700 dolar Singapura dan Rp1 miliar sebagai komisi pengurusan program aspirasi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Menyatakan terdakwa Damayanti Wisnu Putranti terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif pertama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Damayanti Wisnu Putranti pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan dan denda Rp500 juta dengan ketentuan bila terdakwa tidak dapat membayar denda maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata ketua majelis hakim Sumpeno dalam sidang pembacaan putusan di pengadilan Tindak Pidana Koruspi (Tipikor) Jakarta, Senin (26/9/2016).

Putusan itu lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta agar Damayanti divonis penjara selama 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Majelis hakim yang terdiri atas Sumpeno, Mas'ud, Baslin Sinaga, Titik dan Sigit Herman Binaji tidak memenuhi tuntutan JPU KPK agar hak Damayanti untuk menduduki jabatan publik dicabut selama 5 tahun sejak Damayanti selesai menjalani pidana pidana pokoknya.

"Dalam alam demokrasi demokrasi masyarakat Indonesia sudah cerdas dalam menggunakan hak pilihnya untuk menentukan pilihannya dalam jabatan publik tertentu baik eksekutif maupun legislatif sehingga majelis berpendapat sebaiknya diserahkan ke masyarakat untuk menilai integritas dan kapasitas calon pejabat publik tersebut," kata anggota majelis hakim Sigit.

Majelis mempertimbangkan pasal 43 UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ayat (1), (2), dan (3) yang menyatakan setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum, berhak turut serta dalam pemerintahan, dan dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.

Sigit menambahkan, alasan ketiga, dalam konsideran huruf b uu 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, HAM adalah hak kondrati manusia yang bersifat universal dan langgeng sehingga harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan karena alasan apapun sehingga majelis tidak sependapat dengan tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta untuk mencabut hak politik terdakwa dalam perkara ini karena alasan-alasan tersebut hukuman penjara yang dijatuhkan kepada terdakwa sudah cukup untuk menjadi pelajaran karakter dan pembinaan mental dan sebagai pelajaran berharga sehingga ke depannya terdakwa tidak mengulangi perbuatannya dan memberikan efek jera bagi yang lain agar tidak coba-coba melakukan perbuatan tindak pidana korupsi.

Majelis juga memberikan status "justice collaborator" kepada Damayanti sesuai dengan surat keputusan Pimpinan KPK No Kep-911/01-55/08/2016 tanggal 19 Agustus 2016.

"Terdakwa membuka jelas perbuatan rekannya Dessy Ariyati Edwin, Julia Praetyarini dan Abdul Khoir. Dari keterangan terdakwa pula terungkap pihak-pihak lain yang menerima aliran dana aspirasi di antaranya Budi Supriyanto selain itu terdakwa juga menerangkan skenario pihak-pihak tertentu di Komisi V DPR dan Kementerian PUPR dalam rangka pengesahkan persetujuan perubahan APBN 2016 Kementerian PUPR dari orang-orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka yaitu Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro dan Amran Hi Mustary sehingga majelis sependapat dengan JPU KPK bahwa terdakwa patut disematkan status justice collaborator yaitu pelaku yang bekerja sama untuk mengungkap kejahatan yang dilakukan sendiri dan pihak lain," ungkap hakim Sigit.

Suap yang diberikan oleh Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir kepada Damayanti ditujukan agar Damayanti mengusulkan kegiatan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu dan menggerakan rekannya sesama anggota Komisi V dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto agar mengusulkan kegiatan pekerjaan rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional IX (BPJN IX) Maluku dan Maluku Utara sebagai usulan "program aspirasi" anggota Komisi V DPR sehingga masuk ke dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Kementerian PUPR 2016 dan nantinya dikerjakan oleh PT Windhu Tunggal Utama.

Tawaran tersebut pertama datang dari Kepala BPJN IX Amran Hi Mustary pada September 2015 di hotel Le Meredien pada sela-sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi V dan Kementerian PUPR.

Sebagai tindak lanjut dilakukan beberapa kali pertemuan di Hotel Ambhara Jakarta Selatan, Oktober 2015 antara Damayanti, Dessy, Julia, Budi Supriyanto, Amran Hi Mustary, anggota Komisi V dari fraksi PKB Fathan dan Alamuddin Dimyati Rois serta beberapa staf BPJN IX. Amran menyampaikan adanya fee 6 persen dari nilai besaran program pembangunan kepada masing-masing anggota Komisi V DPR yang mau mengusulkan program tersebut sebagai "program aspirasinya".

Program aspirasi yang diusulkan adalah pelebaran jalan Tehoru-Laimu milik Damayanti senilai Rp41 miliar yang diberi kode 1E sedangkan rekonstruksi jalan Werinama-Laimu senilai Rp50 miliar dari Budi Supriyanto diberi kode 2D, namun program aspirasi milik Fathan dan Alamuddin tidak terdapat dalam daftar program aspirasi yang dikeluarkan Kementerian PUPR.

Atas tindakan tersebut, Abdul Khoir sebagai rekanan harus mengeluarkan total fee 8 persen dari besaran anggaran karena harus memberikan 1 persen untuk Dessy dan Uwi yang bertugas mengurus pembayaran fee milik Budi Supriyanto.

Uang fee sebesar 328 ribu dolar Singapura diberikan pada 25 November 2015 oleh Abdul Khoir kepada Damayanti, Dessy dan Julia di restoran Meradelima Kebayoran Baru selanjutnya dibagi-bagi dengan rincian untuk Damayanti sebesar 245.700 dolar Singapura sedangkan untuk Dessy dan Uwi masing-masing 41.150 dolar Singapura.

Abdul Khoir masih mengeluarkan uang Rp1 miliar pada 26 November 2015 yang disrahkan kepada Dessy. Uang itu selanjutnya diberikan kepada calon Walikota Semarang Hendrar Prihadi sebesar Rp300 juta, pasangan calon bupati dan wakil bupati Kendal Widya Kandi Susanti dan Gus Hilmi masing-masing Rp150 juta, Dessy dan Uwi masing-masing Rp100 juta dan Damayanti Rp200 juta.

Fee selanjutnya sebesar 404 ribu dolar Singapura diberikan pada 7 Januari di Foodcourt Pasaraya Blok M dari Abdul Khoir ke Uwi sebagai fee program aspirasi milik Budi Suriyanto. Namun Budi hanya diberikan 305 ribu dolar SIngapura karena sisanya sejumlah 99 ribu dolar Singapura dibagi 3 untuk Damayanti, Dessy dan Uwi.

Atas putusan itu Damayanti dan JPU KPKmenyatakan pikir-pikir selama tujuh hari. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: