Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

DPR Desak Pengusutan Aliran Dana Perusahaan Farmasi yang Mengalir ke Rekening Dokter

Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota Komisi IX DPR RI Ribka Tjiptaning mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut aliran dana dari perusahaan farmasi yang mengalir ke rekening dokter yang jumlahnya sangat fantastis, sekitar Rp800 miliar. Ia mengatakan bahwa patut diduga aliran dana tersebut berkaitan dengan fee perusahaan farmasi kepada dokter yang telah memasarkan produk obatnya.

Menurut Ribka, dalam dunia perdagangan hal ini sesuatu yang wajar. Namun, dirinya mengecam keras hal tersebut.

"Fee tersebut merupakan tindakan melanggar hukum, bahkan mencederai nilai-nilai kemanusiaan. Dengan fee tersebut, dunia farmasi ingin mengendalikan dokter agar mau memberikan resep obat kepada pasien hanya dari produknya," tegas Ribka di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (27/9/2016).

Ditambahkan Ribka, obat yang dipasarkan itu harganya berkali-kali lipat dari obat generik. Pada posisi demikian, pasien tidak punya otoritas memilih obat karena otoritas hanya ada pada dokter. "Pasien sangat dirugikan dalam hal ini," cetusnya.

Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan hal seperti ini sudah lama dibiarkan oleh pemerintah. Pasalnya, tidak ada regulasi yang mengatur hal ini. Bahkan, Ribka menyebut sudah terjadi liberalisasi dan kapitalisme di bidang kesehatan karena sektor ini diserahkan kepada mekanisme pasar.

"Sekarang ini dunia kesehatan setengahnya berjaminan sosial, setengahnya sistem pasar tanpa campur tangan negara," ujarnya.

Ribka menepis anggapan dunia farmasi mengklaim itu obat paten sehingga mematok harga obat sangat tinggi sekali, tertinggi di Asia Tenggara. Sebagian besar adalah obat generik, yang hak patennya sudah hilang.

"Saya katakan itu obat generik bermerek, dikemas lebih bagus dan diberi merek.  Atau hanya ditambah unsur lain agar ada tambahan khasiat, tetapi harganya berkali-lipat lebih mahal dari obat generik," katanya.

Menurutnya, perusahaan farmasi sebenarnya dipersilakan membuat obat tanpa perlu bayar royalti. Hak paten dalam penemuan obat baru, kata Ribka, hanya berlaku selama 20 tahun. Setelahnya bebas dijiplak atau ditiru oleh perusahaan farmasi manapun.

"Dalam konteks itu, seharusnya harga obat tersebut murah dan tidak merugikan pasien," tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: