WE Online, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengidentifikasi minat perusahaan farmasi Singapura yang berencana membangun industri farmasi di Jabodetabek senilai US$4 (setara Rp55,6 miliar, asumsi kurs RpRp13.900).
"Secara nilai mungkin tidak terlalu besar, namun demikian sektor farmasi merupakan sektor prioritas yang menjadi fokus pemasaran investasi kami," kata Kepala BKPM Franky Sibarani dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (8/6/2016).
Sebelumnya, Franky menjelaskan, perusahaan ini hanya mengekspor ke Indonesia dan menunjuk distributor lokal di Indonesia sebagai penyalur utamanya.
"Namun melihat perkembangan pasar, perusahaan memutuskan untuk melakukan investasi langsung dengan mendirikan industri farmasi di Indonesia," ujarnya.
Lebih lanjut, Franky menilai industri farmasi cukup strategis karena dapat mengurangi impor.
BKPM sendiri, katanya, mendukung penuh rencana investasi perusahaan tersebut, sehingga bisa menambah kompetitor produsen obat di Indonesia dan bisa menekan harga obat yang tinggi untuk kepentingan masyarakat indonesia.
Pejabat Promosi Investasi Kantor Perwakilan BKPM (IIPC) di Singapura Ricky Kusmayadi, menyampaikan minat investasi ini telah diidentifikasi dan perusahaan telah berkunjung ke kantor IIPC Singapura untuk mendapatkan informasi mengenai tahap-tahap berinvestasi di Indonesia.
Menurut Ricky, kepercayaan investor Singapura terhadap Indonesia sebagai basis produksi di ASEAN semakin meningkat di tengah kondisi ekonomi dunia yang belum membaik.
"Kami akan terus mengawal minat investasi ini agar dapat terealisasi," ujarnya.
Singapura merupakan negara teratas di daftar peringkat negara asal realisasi investasi.
Bersama Malaysia, Singapura ditetapkan sebagai negara prioritas pemasaran investasi khusus untuk negara-negara anggota ASEAN.
Hal itu dilakukan untuk meningkatkan realisasi investasi dari ASEAN yang pada tahun 2015 naik 15 persen menjadi 9,1 miliar dolar AS dari sebelumnya 7,93 miliar dolar AS.
Sedangkan dari sisi komitmen investasi, negara-negara anggota ASEAN pada tahun 2015 mencatatkan kenaikan 79 persen mencapai 22 miliar dolar AS dari posisi tahun sebelumnya 12,3 miliar dolar AS. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil