Awalnya, masyarakat Desa Tanjung Padang, Kabupaten Meranti, Riau, menjatuhkan pilihan untuk bertanam pohon karet. Namun, setelah diteliti ternyata kondisi kepadatan tanah tak begitu menunjang. Masa panen karet juga relatif panjang, yakni mencapai enam sampai tujuh tahun sementara warga butuh sumber penghasilan relatif cepat. Kondisi perekonomian penduduk memaksa hasil tak boleh baru didapat dalam waktu panjang.
Hal ini sejalan dengan masukan dari seorang pakar tanaman karet Ir. Bolot Santoso. Ia menyarankan agar dilakukan penanaman tanaman nonkaret untuk satu daur sebelum selanjutnya ditanami karet.
"Akhirnya kami memilih akasia," ujar Kepala Desa Tanjung Padang Abu Sufian kepada Warta Ekonomi melalui pesan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (28/9/2016).
Ia menyatakan keadaan ekonomi masyarakat harus segera bertemu solusi. Hal itulah yang membuat warga segera merespons ketika sebuah perusahaan bernama PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) datang menanam investasi.
Warga, imbuhnya, berharap akan muncul semacam multiplier effect di bidang perekonomian dan tentu saja akan membuka banyak lapangan pekerjaan baru, namun dari dua obsesi itu paling menarik adalah ketika perusahaan juga menawarkan apa yang disebut dengan Program Pohon Kehidupan.
"Tanaman kehidupan ini telah membawa berkah bagi kami. Menjelang lebaran lalu kami sudah memperoleh kompensasi meski tahun 2016 ini baru tercatat sebagai tahun awal program dijalankan," ujar Abu Sufian pada momentum penandatanganan kesepakatan Desa Bebas Api akhir Juni lalu di Pangkalan Kerinci.
Tanaman yang dimaksud Abu Sufian itu adalah akasia. Dikatakannya, pilihan atas akasia dirasa tepat. Ia menyatakan PT RAPP tidak memaksa harus menanam akasia namun menyerahkan pilihan pada warga. Belakangan atas penelitian yang dilakukan ahli pertanian memang kondisi tanah kurang baik untuk bertanam karet.
"Pada awal program, warga bermusyawarah dengan melibatkan tokoh termasuk mendatangkan pihak perusahaan. Rupanya akasia memang paling tepat. Waktu panen lebih cepat yakni lima tahun dan kita dibimbing PT RAPP yang pastinya sudah sangat berpengalaman di bidang akasia ini," sebutnya.
Kegembiraan warga bertambah ketika perusahaan memberikan bantuan seolah dari beragam lini. Dibuat kesepakatan bahwa warga bisa mulai memetik keuntungan dari hasil tanaman akasia bahkan di tahun pertama. Jadi tidak menunggu lima tahun. Tahun pertama di 2016 --sebanyak 30 persen keuntungan sudah bisa diterima dan tahun berikut akan diserahkan ke masyarakat melalui desa.
Community Development Officer (CDO) RAPP di Estate Pulau Padang Yandi Masnur menyampaikan Program Kehidupan itu bukan semata mencari keuntungan, namun lebih banyak ditujukan sebagai upaya membuka peluang usaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat.
Ia menyebutkan program itu adalah bentuk kepedulian ril perusahaan kepada warga. Tanaman kehidupan yang dibangun perusahaan mencapai seribu hektar lebih dan nantinya akan dikelola oleh koperasi. Usai enam tahun maka seluruh kebun akan diserahkan kepada warga melalui desa. Disebutkan, program tersebut bersumber dari kepedulian perusahaan dan didukung penuh pemerintah setempat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: