Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Reynolds Tolak Ajakan Akuisisi British American Tobacco

        Reynolds Tolak Ajakan Akuisisi British American Tobacco Kredit Foto: Nytimes.com
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Produsen rokok Reynolds American (RAI) menolak tawaran pembelian saham senilai US$ 47 miliar dari British American Tobacco, demikian tulis BBC, Selasa (15/11/2016).

        Reynolds dikenal sebagai perusahaan dengan merek Camel dan Newport meski sekitar 42 persen saham perusahaan saat ini dimiliki oleh British American Tobacco. Pembelian itu diusulkan sejak bulan lalu untuk membeli keseluruhan saham perusahaan tersebut. Jika permintaan itu disetuji maka terciptalah sebuah perusahaan tembakau terbesar di dunia.

        Kendati, menurut laporan Reuters dan Bloomberg kesepakatan itu telah ditolak dan Reynolds tak ingin berkomentar lebih jauh. British American telah menjadi pemegang saham di Reynolds sejak 2004. Pada saat penawaran, BAT mengatakan merger adalah tindakan logis dalam hubungan bisnis dan diprediksi bisa menghemat harga produksi sebesar US$ 400 juta.

        Jika pembelian ini berhasil, maka akan menjadi kesepakatan terbesar oleh sebuah perusahaan Inggris dalam beberapa tahun terakhir serta membuktikan jika pound lemah itu tak berarti perusahaan Inggris tak mampu membeli saingannya.

        Reynolds telah beroperasi sejak 1875 dan merupakan perusahan tembakau terbesar kedua di Amerika setelah Altria, yang dimiliki oleh Philip Moris USA.

        Pada tahun lalu, Reynold menuntaskan pembayaran akuisisi saingannya Lorillard senilai US$ 25 miliar. Perusahaan gabungan itu terpaksa menjual sejumlah mereks termasuk Kool, Salem dan Winston untuk memenuhi permintaan regulator. Namun akhirnya dibeli oleh Imperial Tobacco atau Imperial Brands senilai US$7,1 miliar.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Gregor Samsa
        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: