Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menggandeng 21 perguruan tinggi untuk melakukan riset dan penelitian terkait keberlangsungan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hasilnya, mayoritas mengatakan program yang bertujuan untuk meningkatkan akses pendududk ke layanan kesehatan formal itu masih memiliki sejumlah persoalan.
Peneliti Universitas Gajah Mada (UGM) Dr. Drg. Yulita Hendratini mengatakan bahwa dari hasil kajiannya menunjukkan jumlah peserta terdaftar memiliki pengaruh siginifikan terhadap waktu tunggu pasien dan juga rasio rujukan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Hasil kajian juga menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan antara jumlah peserta terdaftar dengan waktu konsultasi pasien dan juga kepuasan pasien di? Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
"60% pasien Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama menyatakan tidak setuju bahwa dokter sering tidak mau memberikan surat rujukan ke dokter spesialis atau dapat dikatakan pula bahwa dokter masih sering memberikan surat rujukan ke dokter spesialis," katanya di Yogyakarta, Jumat (18/11/2016).
Ia pun memberikan rekomendasi untuk dilakukan penyesuaian jumlah kepesertaan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama terutama pada fasilitas kesehatan yang hanya memiliki satu orang dokter agar pelayanan pasien dapat meningkat, waktu tunggu pasien menjadi lebih singkat, dan beban kerja dokter tidak berlebih sehingga kualitas pelayanan pada peserta BPJS dapat terus meningkat.
"Selain itu, BPJS Kesehatan juga perlu mendorong pemerataan jumlah dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama agar pasien peserta BPJS Kesehatan lebih dapat tertangani dengan baik," ujarnya.
Peneliti asal Universitas Udayana Bali dr. Ni Made Sri Nopiyani MPH mengungkapkan angka ketidakpatuhan pembayaran iuran pada peserta JKN-Non-PBI Mandiri cukup tinggi yaitu sebesar 26,53%. Peserta yang tidak patuh membayar iuran rata-rata mulai tidak membayar iuran empat bulan setelah mulai terdaftar sebagai peserta.
"Faktor-faktor penghambat kepatuhan pembayaran iuran antara lain kurangnya pengetahuan tentang keterbatasan ekonomi dan adanya prioritas non-kesehatan, ketidakpuasan akan kualitas layanan kesehatan yang diterima dengan menggunakan BPJS, hingga tidak adanya notifikasi atau reminder mengenai pembayaran iuran," jelasnya.
Sebelumnya Direktur Perencanaan, Pengembangan, dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan Mundiharno berharap bahwa melalui berbagai kajian dan penelitian yang dilakukan oleh stakeholder terkait hasilnya akan dapat dimanfaatkan dan dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam pengambil kebijakan.
"Selain itu diharapkan akan didapatkan usulan-usulan penelitian terutama dari akademisi yang berdampak terhadap perbaikan dan keberlangsungan program JKN-KIS," tambahnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Cahyo Prayogo