Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Indroyono Soesilo: Sertifikasi IFCC/PEFC Perkuat SVLK di Pasar Global

        Indroyono Soesilo: Sertifikasi IFCC/PEFC Perkuat SVLK di Pasar Global Kredit Foto: Cifor.org
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sertifikasi Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) dan Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) yang meliputi sertifikasi hutan lestari dan lacak balak di industri kehutanan dapat memperkuat dan mengisi peran Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) dalam mendorong permintaan pasar global terhadap produk hasil hutan dan turunannya.

        Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo mengatakan kehadiran skema IFCC/PEFC memberikan pilihan yang lebih luas bagi pemegang HTI untuk mendapat sertifikat voluntary selain skema FSC.

        "Karena skema IFCC/PEFC voluntary tentu perluasan penerapannya di Indonesia sangat tergantung pada kebutuhan masing-masing pemegang izin HTI. Bagi industri yang berorientasi ekspor, skema ini perlu didorong penerapannya," kata mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ini di Jakarta, Jumat (18/11/2016).

        Menurut Indroyono, HTI akan menjadi tumpuan masa depan kehutanan seiring dengan turunnya kemampuan pasokan hutan alam. Ia menegaskan langkah utama APHI adalah mendorong implementasi roadmap pembangunan hutan produksi di lintas kementrian dan lembaga.

        "Implementasi roadmap tersebut perlu dituangkan dalam waktu yang jelas dan target terukur untuk mendorong percepatan pembangunan HTI. Karena pengembangan HTI sangat kompleks serta perlu koordinasi lintas sektor sektor, skema sertifikasi IFCC/PEFC yang fleksibel dan kredibel tepat dikembangkan untuk mendorong percepatan itu," kata dia.

        Adapun, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan menilai sertifikasi IFCC/PEFC patut dikembangkan karena punya keunikan. Ia menyampaikan bahwa setiap negara anggota memiliki kewenangan untuk menentukan skema pengelolaan hutan lestari sesuai kondisi masing-masing negara.

        "Ini yang berbeda dibanding sertifikasi lain. IFCC/PEFC sangat menghormati tata kelola hutan yang diterapkan masing-masing negara anggota, walaupun tetap mensyaratkan aturan lain yang cukup ketat dan harus dipenuhi setiap negara," ujarnya.

        Menurut Fadhil, skema yang diterapkan IFCC/PEFC sangat fair. Dia mencontohkan bahwa pada produksi wine di Prancis misalnya, mereka lebih tepat menetapkan sendiri standar wine yang baik berdasarkan produksi anggur serta penilaian baku mutu lainnya.

        "Sangat tidak tepat dan aneh jika standar wine yang baik ditentukan Indonesia. Ini, karena kita bukan penghasil anggur dan tidak memproduksi wine," kata dia.

        Sementara itu, Ketua Umum Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) Dradjad Hari Wibowo mengatakan bahwa ke depan pihaknya akan mengembangkan sertifikasi hutan rakyat tanpa harus membayar. Sebagai pilot project pengembangan sertifikasi hutan rakyat, imbuhnya, IFCC akan fokus di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali.

        "Ketiga daerah ini merupakan basis industri kerajinan dan furnitur yang pasar ekspornya perlu terus didorong dan ditingkatkan," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Cahyo Prayogo
        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: