Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat bahwa sampai dengan akhir tahun 2016 industri pembiayaan masih mengalami situasi yang sangat sulit yang diwarnai dengan ketidakpastian faktor eksternal. Data industri per September 2016 menunjukkan total aset industri perusahaan pembiayaan mengalami pertumbuhan negatif sebesar -2,19% (yoy) menjadi Rp434,52 triliun.
Melihat hal itu, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani mengatakan, industri pembiayaan harus bisa keluar dari zona nyaman jangan hanya berfokus pada pembiayaan otomotif.
"Kita perlu membangun kesadaran bagaimana kita mampu untuk mengubah pola pikir kita agar tidak selalu berfokus pada pembiayaan otomotif. Saya dapat memahami bahwa kita semua sudah merasa nyaman berada di area comfort zone dengan melakukan bisnis pembiayaan otomotif atau pembiayaan alat berat untuk periode waktu yang cukup lama," ujar Firdaus di Jakarta, Rabu (7/12/2016).
Menurut Firdaus, sektor yang bisa dibiayai industri pembiayaan sangatlah luas. Selain otomotif, perusahaan Pembiayaan dapat melakukan pembiayaan investasi, lembiayaan infrastruktur, pembiayaan modal kerja, dan pembiayaan multiguna.
"Kita perlu memiliki kesadaran dan pemahaman yang baik bahwa jenis pembiayaan usaha yang diperkenankan dalam regulasi sangat beragam dan luas, lebih luas dari yang kita bayangkan selama ini," paparnya.
Dia menjelaskan, beberapa program strategis yang diinisiasi oleh OJK sangat relevan dengan perluasan kegiatan usaha pembiayaan, antara lain Pokja Pembiayaan Kemaritiman, Pokja Pembiayaan UMKM dan Ekonomi Kreatif, Pokja Pembiayaan Perumahan Sederhana, dan sedang disiapkan program strategis dalam rangka mendukung Ketahanan Pangan.
"Untuk mendorong perbaikan kinerja keuangan industri pembiayaan, OJK telah menerbitkan ketentuan yang mengatur mengenai batasan pemberian insentif kepada dealer. Aturan tersebut diluncurkan setelah mempertimbangkan masukan dari industri pembiayaan dan juga dari hasil pemeriksaan yang menunjukkan adanya praktik-praktik pemberian insentif dealer yang tidak sehat dan cenderung merugikan industri pembiayaan," jelas Firdaus.
Beberapa Perusahaan Pembiayaan menerapkan kebijakan dengan menaikkan biaya bunga, menaikan biaya administratif, dan juga menaikkan biaya provisi dalam rangka untuk memenuhi permintaan insentif dealer, bahkan ada juga yang mengambil dari diskon asuransi jiwa mencapai 80%.
Menurutnya, praktik-praktik ini tentunya akan membebani konsumen dengan biaya yang lebih tinggi. Oleh karena itu, OJK mengingatkan kepada seluruh pelaku industri untuk bersama-sama memiliki komitmen dalam melaksanakan ketentuan batasan insentif dealer tersebut.
"Apabila dalam praktiknya nanti masih ada Perusahaan Pembiayaan yang ?bermain-main? dengan insentif dealer, silahkan laporkan kepada OJK melalui surat kaleng dengan disertai data-data pendukung. OJK secara tegas akan menerapkan enforcement atas ketentuan tersebut, dan dapat berujung pada rekomendasi untuk dilakukannya fit and proper ulang bagi Direksi," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: