Koordinator Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Julius Ibrani mengatakan DPR telah melanggar hukum dan perundang-undangan dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan menjadi RUU inisiatif DPR.
"DPR membentuk undang-undang dengan melanggar konstitusi, hak asasi manusia, hukum dan perundang-undangan bila mengesahkan RUU Pertembakauan menjadi RUU inisiatif DPR," kata Julius saat dihubungi di Jakarta, Jumat (16/12/2016).
Julius mengatakan Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan seluruh permohonan uji materi terhadap Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 63/M-IND/PER/8/2015 tentang Peta Jalan Industri Hasil Tembakau Tahun 2015-2020.
Menurut Julius, putusan MA tersebut merupakan terobosan hukum sekaligus preseden positif bagi hukum dan hak asasi manusia serta ketatanegaraan Indonesia.
"Apa yang ada dalam naskah RUU Pertembakauan sudah diatur dalam 14 undang-undang lain. Yang berbeda hanya mengutip secara sama persis dengan Peta Jalan Industri Hasil Tembakau Tahun 2015-2020 yang sudah dibatalkan Mahkamah Agung," tuturnya.
DPR mengesahkan RUU Pertembakauan menjadi RUU inisiatif DPR pada rapat paripurna di Gedung DPR pada Kamis. Hanya Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) yang tidak menyetujui RUU tersebut dan hal itu menjadi catatan paripurna.
Sebelumnya, MA melalui Putusan Nomor 16P/HUM/2016 mengabulkan seluruh permohonan uji materi terhadap Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 63/M-IND/PER/8/2015 tentang Peta Jalan Industri Hasil Tembakau Tahun 2015-2020.
MA menyatakan Permenperin tersebut bertentangan dengan lima peraturan perundangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Kemudian, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
Permohonan uji materi dimohonkan oleh MH Panjaitan, Hery Chariansyah, Kartono Mohamad, Hias Dwi Untari Soebagio, Widyastuti Soerojo dan Elysabeth Ongkojoyo yang memberikan kuasa kepada SAPTA yang terdiri atas 15 pengacara, antara lain Prof Dr Todung Mulya Lubis SH, Tubagus Haryo Karbyanto SH, Ari Subagio SH, Julius Ibrani SH dan Dr Paticia Rinwigati SH. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait: